Senang dan turut bangga, membaca Kompas pagi ini dengan adanya lagi Seni Budaya Indonesia yang dapat pengakuan dunia melalui permainan Kolintang dan musik bambu secara massal di Stadion Maesa, Tondano, Sulawesi Utara pada hari Sabtu 31 Oktober 2009. Kedua seni musik tradisional ini sekarang tercatat dalam buku rekor dunia, The Guinnes Book World of Records.
Â
Persyaratan minimal untuk dicatat dalam buku Guinnes World Records (GWR) musik tradisional ini harus dimainkan oleh 1.000 orang, namun pada pertunjukan tersebut Kolintang dimainkan oleh 1.223 orang dan musik bambu pesertanya bahkan mencapai 3.011 orang, Walaupun tidak menyaksikan secara langsung, namun dapat dibayangkan jika musik ini menjadi demikian ‘kolosal’ indahnya. Penyerahan sertifikat oleh perwakilan GWR, Lucia Sinigagliesi diterima pemrakarsa pergelaran, Benny J. Mamoto, Direktur Seni Budaya Sulawesi Utara, kemudian diserahkan kepada Bupati Minahasa, Vreeke Runtu.
Â
Menurut Lucia Sinigagliesi, hasil penelitian tim GWR di London, Inggris, menunjukkan: instrumen, melodi dan irama pada kolintang dan musik bambu tradisional Indonesia belum ada yang menyamai di dunia. Oleh karenanya GWR mencatat keduanya sebagai wujud seni tradisi yang menakjubkan dunia.
Â
Sebelumnya, pada tanggal 2 Oktober 2009, Batik Indonesia oleh UNESCO PBB ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia tak benda yang mempunyai keunikan dan filosofi mendalam. (Baca juga: http://edukasi.kompasiana.com/2009/09/29/aku-cinta-produk-indonesia-dan-peristiwa-pemanasan-global/ ). Menjelang tanggal 2 Oktober, penulis turut merasakan ‘euforia Batik’ dimana-mana, karena pada sebagian besar sekolah mewajibkan siswa-siswinya untuk memakai Batik.  Tapi bangga juga, kita pakai Batik dan melihat Guru dan siswa sekolah, pegawai Bank, penyiar TV dan yang lainnya banyak yang pakai Batik. Agar lebih memasyarakat dan tidak sekedar ‘euforia’ untuk selanjutnya pemakaian ‘baju batik’ sebaiknya dijadwalkan sebagai seragam tetap minimal 1 minggu 1 kali pada setiap sekolah, dan semua ujung tombak pelayanan umum baik pegawai negeri maupun swasta, dan kita pun juga bisa mulai membiasakan diri memakai Batik tidak hanya untuk kepentingan resmi, tapi juga sebagai pakaian sehari-hari setidaknya dipakai seminggu sekali. Dengan demikian Batik pun memang tidak terbantahkan, terlihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan bagi masyarakat di Indonesia, selanjutnya Batik bisa berperan sebagai bagian dari industri pariwisata Indonesia dan dijadikan 'cenderamata' asli produk lokal oleh turis mancanegara yang sedang berkunjung ke Indonesia. Â
Â
Warisan Seni Budaya Indonesia yang tersebar di 33 provinsinya, sangat banyak dan sangat beragam, lihatlah kita punya alat musik tradisional seperti: angklung, bende, calung, gamelan, gendang Bali dsb, gong, jidor, kecapi, kenong, rebab, sasando, suling, tifa dan masih banyak lainnya. Selain pakaian Batik, kita juga punya: kebaya, baju kurung songket, kain tenun ikat, ulos, baju bodo, pakaian tradisional Dayak Bali sampai dengan ‘koteka’.   Selain ‘Tari Pendet’ yang sempat 'heboh' dulu, masih banyak tarian tradisional yang lainnya seperti tari kecak, tari piring, tari saman seudati, meuseukat, tor-tor, topeng, tayub, wayang orang, ondel-ondel, cokek, jaipongan dan sebagainya. Pada bidang arsitektur, rumah-rumah tradisional Indonesia sebagian besar diberi seni ukir dan hiasan yang sangat indah, juga memiliki filosofi yang mendalam dalam setiap detail pembuatannya. Bangunan tradisional ini pada umumnya terbuat dari bahan yang ringan, kompak dan teruji oleh waktu serta kokoh dan kuat menahan bencana gempa bumi.
Â
Perlukah pengakuan dunia bagi Seni Budaya Indonesia ?
Penetapan Seni Budaya Indonesia sebagai Warisan Budaya dunia oleh PBB maupun pencatatan prestasi pada Guinnes World Records (GWR), selain wujud pemberitahuan dan pengetahuan kepada dunia luar (semoga tidak ada claim ganda lagi dari Negara lain), akan memberikan dampak yang sangat positif bagi perkembangan industri pariwisata di Negara kita, Indonesia dan yang paling penting adalah sebagai catatan sejarah perjalanan Seni Budaya umat manusia agar tetap terus dikenal, diperlihatkan, dipraktekan oleh generasi penerus dan semoga tidak sekedar dikenang sebagai ‘kenang-kenangan’ bahwa di Indonesia pernah ada Seni Budaya ini dan itu sebagai nostalgia yang ‘tidak diwariskan’ oleh generasi penerus.
Â
Semoga institusi pendidikan di Indonesia semakin peduli dan memasukan Seni Budaya Indonesia pada kurikulumnya tidak sekedar teori namun praktek dan pemrakarsa pertunjukan Seni Budaya Indonesia seperti  Bapak Benny J. Mamoto diatas, akan semakin banyak dan kita tertantang untuk berprestasi terbaik dibidang masing-masing. Sebaiknya pemerintah melalui masing-masing provinsi secara berkala mengadakan lomba seni budaya tradisional dan pemenangnya selain mendapat piala, piagam penghargaan juga mendapat kesempatan tampil pada panggung hiburan di setiap obyek wisata secara terpadu, sehingga industri pariwisata dapat lebih menarik dan lebih maju serta Seni Budaya Indonesia tetap terjaga, dapat dilestarikan dan tidak dilupakan oleh generasi penerus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H