Mohon tunggu...
Wimpie Pangkahia
Wimpie Pangkahia Mohon Tunggu... Dosen, dokter -

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Dosen Program Pascasarjana Universitas Udayana Dokter Penulis buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapakah Penjahat di Bidang Kesehatan?

20 Juli 2016   19:04 Diperbarui: 20 Juli 2016   19:15 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

            Sama dengan vaksin palsu, yang 13 tahun beredar dengan tenang, produksi dan peredaran obat herbal abal-abal bahkan lebih lama lagi beredar di republik ini. Siapakah yang layak disebut penjahatnya? Produsen ataukah pemberi izinnya? Sekian banyak produk herbal abal-abal diproduksi dan beredar dengan izin BPOM, tetapi sekian banyak pula yang kemudian ditarik karena ternyata mengandung bahan kimia berbahaya.

            Celakanya, BPOM selalu melakukan kesalahan yang sama dengan memberi izin produk herbal abal-abal baru, yang kemudian ditarik kembali karena mengandung bahan kimia berbahaya. Banyak contoh mengenai jamu abal-abal tipuan begini. Bukan rahasia lagi kalau obat herbal untuk sakit tulang dicampur bahan obat prednison yang tidak aman bagi tubuh. Bukan aneh kalau jamu kurus dicampur sibutramin yang sudah dilarang digunakan. Demikian juga jamu untuk “seks pria” yang dicampur bahan PDE-5 inhibitor.

            Di mana tanggungjawab BPOM sebagai lembaga negara? Tidakkah masyarakat berpikir sudah berapa banyak korban yang jatuh akibat campuran bahan kimia berbahaya yang mencemari tubuh? Apakah penjual jamu abal-abal juga tergolong penjahat kalau tidak mengetahui herbal itu dicampur bahan kimia berbahaya?

            Lalu ada pula, bahkan banyak pengobatan alternatif abal-abal yang beriklan dapat membesarkan ukuran penis dan menyembuhkan segala macam kanker. Siapa atau institusi mana yang bertanggungjawab? Bukankah pemberi izin pengobatan abal-abal itu juga harus bertanggungjawab dan layak disebut penjahat? Di mana tanggungjawab Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan ketika membaca iklan pengobatan yang jelas mengandung penipuan seperti itu? Mengapa dibiarkan liar begitu saja? Apakah dapat dianggap sebagai penjahat juga karena membiarkan kejahatan dalam kesehatan?

            Terasa aneh juga, mengapa masyarakat yang dirugikan tidak marah kepada pelaku pengobatan abal-abal itu? Mengapa tidak bersikap ganas seperti ketika memukul dokter itu?

            Kalau ditarik lebih jauh, kita masuk ke pemberian izin iklan bidang kesehatan di media, khususnya televisi. Siapa yang memberi izin iklan bohong seperti itu terus bergentayangan di sejumlah TV, nasional dan lokal? Apakah pejabat pemberi izin juga tergolong penjahat karena membiarkan penipuan melalui iklan bohong?


Penjahat obat palsu

            Selama ini beredar luas berita tentang obat palsu. Kalau tanya ke warga Jakarta, di mana tempat penjualan obat palsu, apalagi dengan harga murah, pada umumnya mereka akan memberikan jawaban yang sama. Artinya peredaran obat palsu bukan rahasia lagi, dan bukan berita baru. Siapa penjahatnya? Ya tentu pembuatnya, dan juga penjualnya.

            Tetapi mengapa BPOM membiarkan saja dan tidak bertanggungjawab? Apakah oknum atau pihak BPOM dapat dianggap juga sebagai penjahat obat palsu? Lebih aneh lagi, ternyata masyarakat tidak marah, bahkan sebaliknya membeli di tempat itu karena harganya murah.

Harapan kepada penegak hukum

           Kita semua percaya kepada kerja profesional dan jujur para penegak hukum. Siapa yang patut disebut penjahat dalam kasus vaksin palsu, kita serahkan kepada para penegak hukum agar mereka mendapat hukuman yang adil. Tetapi bagi pihak yang bukan sebagai penjahat, tentu kita meminta agar mereka dibebaskan dari tuntutan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun