Mohon tunggu...
Daun hijau
Daun hijau Mohon Tunggu... Freelancer - Apa yang harus diterangkan, jika suram lebih menawan

Tetaplah menjadi hijau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Buku Mati

24 Maret 2019   14:03 Diperbarui: 24 Maret 2019   14:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://theculturetrip.com

Ada ribuan kalimat di dalamnya, tapi jiwanya mati, tak terbaca. Ia hanya menjadi pajangan hina oleh debu dan kutu. Peta-peta kehidupan di dalam menjadi tak berarti dan mati di dalam kubangan sampah. Tangan yang dulu menulisnya dengan cinta, tak pernah tahu anaknya menderita. Harapan dan cita-cata yang dituangkan hangus tanpa sisa, tak berguna.

Tinta-tinta yang rela terluka, harus menerima jiwanya luntur tak berdaya. Kertas-kertas yang mengorbankan kesuciannya, harus rela menerima cemoh penghinaan. Dengan tak adanya jiwa yang dibuatnya berbudaya.

Buku mati, tak ada kata dan kalimat yang ingin mengisinya. Tak ada tangan yang ingin menulisnya. Tak ada tinta yang ingin jiwanya luntur. Tak ada kertas yang ingin dicemoh, tak berguna.

Kata dan kalimat ingin tetap menjadi jendela dunia. Tinta ingin jiwanya tetap tumbuh. Dan kertas ingin harkat dan martabatnya tetap utuh.

Buku mati apakah kamu yang salah, atau orang-orang yang tak pernah membukamu?

Bandar Lampung, 24 Maret 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun