Mohon tunggu...
Wilson Tanvis
Wilson Tanvis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar melawan arus pasar!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Riau diberi Sadaqah?

20 Maret 2014   07:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:43 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Sejahtera kepada para pembaca sekalian.

16 Maret 2014, Pak Beye menyampaikan betapa pentingnya ketegasan hukum tanpa pandang bulu termasuk didalamnya evaluasi terharap hukum pembakar lahan. Pak Beye menekankan betapa pentingnya kesadaran bersama bahwa masalah kabut asap di Riau yang jadi masalah tahunan haruslah diakhiri secara permanen. Pak Beye mengundang 74 orang pemimpin perusahaan di wilayah Riau dari bupati, walikota, camat, kapolsek dan ramil kapolres untuk berdialog.

Didalami, adanya 7 penyebab dan akar masalah mengapa kebakaran terus terjadi di Riau, yakni sebagai berikut:

1. Cuaca yang ekstrim

2. Lahan gambut yang mudah terbakar

3. Cara bercocok tanam penduduk dengan cara membakar

4. Tindakan membakar secara meluar bermotifkan finansial

5. Tidak optimalnya pencegahan oleh aparat di tingkat bawah

6. Kurang cepat dan efektifnya pemadaman api

7. Penegakan hukum yang tidak bisa menyentuh master-mind pembakaran

Dan akhirnya, 17 Maret 2014, kebijakan dan intruksi pun dikeluarkan oleh Pak Beye yang mana maksimal dalam 3 minggu kedepan api dipadamkan dan asap hilang, juga menambah kekuatan TNI dan peralatan seperti pesawat pemadam kebakaran (water bomber).

Kurang lebih 4 jam yang lalu, ada kicauan dari akun twitter resmi Pak Beye berisi penegasan operasi tanggap darurat harus selesai dalam 3 minggu. Serta juga harus disentuh akar persoalan kebakaran agar dapat mengubah sejarah setiap tahun.

Saya sebagai salah seorang warga NKRI, sangat bersimpati kepada para penduduk wilayah Riau dan sekitarnya yang mengalami musibah. Sangat disayangkan adanya korban berjatuhan dimulai dari bayi sampai lansia dengan kondisi yang beragam pula, sesak nafas, infeksi, sampai ke kanker paru-paru.  Ironisnya, "pengurusan resmi" dilakukan setelah bencana terjadi kurang lebih 2-3 minggu ( saya hitung dari bidang pendidikan yang meliburkan para pencari ilmu sampai senin lalu baru kembali beraktivitas disekolah).

Lebih ironis lagi ketika suatu bencana yang terjadi setiap tahun, akhirnya diurus pada tahun ke-10 atau tahun terakhir memerintah. Bukan suatu judgement. Tapi apakah keprihatinan hanya muncul ketika adanya berita duka? Entahlah.

Selamat malam pembaca.

(Nb : Mohon maaf, keterangan diambil dari berbagai sumber yang tidak pantas disebutkan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun