Saat masuk ke vihara, masjid, gereja, kuil atau tempat ibadah manapun, kita sedang dipersatukan oleh agama yang kita anut masing masing. Saat anda masuk ke sekolah, anda dan orang lain dipersatukan oleh cita cita menjadi manusia yang terdidik. Saat anda pulang kampung, anda dan orang lain yang berbeda agama dan pendidikab dipersatukan oleh suku dan budaya yang sama. Saat menonton sepak bola, anda bersama dengan orang lain yang berbeda agama, suku, pendidikan, serta pekerjaan dipersatukan oleh rasa suka pada klub sepak bola yang sama.Â
Saat anda merasa sebagai orang Indonesia, anda dan orang lain yang berbeda latar budaya, ekonomi, agama, serta pekerjaan dipersatukan oleh cita cita kebangsaan. Lalu, mengapa kita selalu menganggap orang lain sebagai orang asing karena agama berbeda sedangkan kita memiliki kesamaan pada aspek lainnya?
Salah satu jawaban yang mungkin adalah bahwa agama menawarkan jawaban tentang Tuhan dan setiap penganut agama yakin bahwa jawaban tentang Tuhan dalam agamanya adalah yang paling benar. Sebab itu, mereka memprioritaskan agama dibanding entitas lain. Entitas lain hanya memberikan jawaban tentang apa yang bisa didapat saat masih hidup sedangkan agama memberikan jawaban tentang apa yang didapat saat hidup dan setelah kehidupan.Â
Sulit memang jika kita harus berurusan dengan keyakinan. Tapi, setidaknya kita mesti bertanya apakah Tuhan menciptakan perbedaan untuk saling meniadakan dan membandingkan? Apakah kitalah yang paling benar dan dan kemudian yang lain mesti mengikuti jalan keyakinan dan pola pikir kita? Tentu tidak. Lalu, mengapa perbedaan dalam agama menjadi sedemikian penting sehingga kita lalu mengabaikan hal-hal lain yang sudah lebih dahulu mempersatukan kita?Â
Saya tentu tidak akan menjawab pertanyaan itu secara tuntas. Tapi saya berpikir bahwa, orang yang baik akan selalu melihat apa yang menyatukan diri mereka dengan orang lain, sedangkan orang yang pesimis selalu mencari perbedaan dirinya dengan orang lain untuk dibandingkan dan dipisahkan. Kalaupun kita berbeda dalam semua latar belakang, kita toh tetap memiliki satu kesamaan yang mempersatukan yaitu martabat sebagai seorang manusia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H