Mohon tunggu...
Wilon Tri Akbar
Wilon Tri Akbar Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Seorang mahasiswa semester 5 yang hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sandwich Generation, Cara Balas Budi yang Lupa pada Diri Sendiri

1 Januari 2023   22:34 Diperbarui: 1 Januari 2023   22:36 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kerja pagi hingga malam menjadi sebuah rutinitas yang terus dilakukan. Mengumpulkan gaji dan upah satu persatu untuk dikumpulkan membeli barang kesayangan sudah sepantasnya. Harapan dapat upah untuk dapat membeli barang mahal seperti orang lain, sirna dengan kebutuhan yang saling berhimpit satu sama lain. Apalagi kalau bukan seorang sandwich generation.

Generasi roti lapis atau sandwich generation adalah sebutan kepada individu yang harus mencukupi kebutuhan ekonomi banyak pihak dalam waktu bersamaan. Mencakup diri sendiri, keluarga inti, dan orang tua (Safitri, 2020). Di Indonesia, generasi roti lapis sudah sangat mengakar hingga menjadi sebuah budaya kebiasaaan bagi anak kepada keluarganya. Pandangan pada sandwich generation bukan lagi menjadi pilihan, namun tuntuntan fase hidup yang harus dilakukan.

Di tengah ramainya platform media sosial yang terus-menerus menampilkan pencapaian dalam hidup, mau tidak mau membuat individu bagian sandwich generation harus mengalah. Kebutuhan tersier yang sudah seharusnya bisa menjadi miliknya tidak lagi ada harapan. Tuntutan kebutuhan keluarga dan anak, seperti listrik, biaya pendidikan, dan keperluan sembako menunggu di depan mata.

sandwich generation harus menghidupi dua generasi di atas dan di bawahnya sebagai pengertian dari generasi yang terhimpit. Saat ini, generasi roti lapis juga sudah dirasakan oleh pelajar dengan usia 24-42 tahun yang memiliki beban finansial ganda. Bisa dengan memenuhi kebutuhan orang tua dan keluarga. Bisa juga dengan melunasi hutang-hutang yang dulu tidak dapat ditunaikan. Maupun kebutuhan diri sendiri yang terus melonjak seiring berjalannya tahun. Terlebih bagi mereka yang sudah menikah dan memiliki anak.

Urgensi fenomena sandwich generation bahkan diangkat dalam film Bisik Hati Lara yang diperankan oleh Valerie Thomas. Pada saat yang sama, Valerie mengaku betapa beratnya menjadi seorang sandwich generation yang selalu dituntut kuat untuk berjuang keras dalam menghidupi keluarga. Mereka bukan generasi lemah seperti yang selalu dibicarakan orang-orang di luar sana. Generasi roti lapis sudah seperti pahlawan.

Ego seorang sandwich generation harus mau diturunkan demi biaya kebutuhan primer keluarganya. Jika tidak, orang akan memandangnya sebagai bentuk keegoisan karena berani melihat sanak saudaranya serba kekurangan. Sedangkan yang ia lakukan hanyalah mengapresiasi diri yang sudah bertahan dan kuat dengan berbagai tekanan saat ini.

Sayangnya, menjadi bagian dari generasi roti lapis sering kali membuat individu lupa cara berterima kasih terhadap dirinya sendiri. Terlalu banyak mementingkan kebutuhan keluarga dan sanak akhirnya bukan hanya mengurangi, melainkan memangkas habis waktu dan tenaga untuk mengapresiasi diri. Kesehatan mental terus diabaikan karena memikirkan pendapatan yang dipaksa harus cukup dengan jumlah anggota keluarga.

Apresiasi diri sering dipandang berkaitan dengan penggunaan sejumlah uang yang dihamburkan demi kesenangan. Penghargaan pada diri yang sudah berjuang tidak lagi berkaitan berapa nominal yang dikeluarkan. Apalagi jumlah barang branded yang bisa dibeli. Afirmasi positif juga menjadi alternatif jalan yang bisa dilakukan. Adapun memberi barang-barang kecil yang disenangi sudah merupakan cara untuk mengucap rasa terima kasih.

Jika dilakukan lebih jauh, mencintai diri sendiri juga berkaitan pada alokasi waktu untuk jatah 'me time'. Bisa dengan melakukan perawatan kecantikan, pergi ke salon, berbelanja buku yang diminati, atau sekedar nongkrong dengan tenang di coffee shop langganan. Tidak ada batasan khusus tentang cara mencintai diri sendiri. Menghitung jumlah pendapatan yang didapatkan dan menyisihkan sebagian uang bukan perbuatan dosa. Itu sudah seharusnya menjadi kewajiban. Membagi uang secara merata dalam budget list kebutuhan bukan hanya menyelamatkan hajat hidup satu keluarga, tetapi sebuah usaha agar diri tetap waras di tengah tekanan dan kebutuhan yang saling berhimpit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun