Siapa yang tidak tahu Denzel Washington? Buat para penggemarnya, Denzel sangat dikenal dalam film-filmnya yang cukup apik seperti The Book of Eli (2010) dimana dia berperan sebagai penjaga naskah terakhir kitab suci di suatu masa yang amburadul, Man on Fire (2004), remake The Magnificent Seven (2016), Safe House (2012) bersama Ryan Reynolds dan yang sangat menarik untuk saya adalah di film The Equalizer (2014).Â
Kenapa menarik? Awalnya saya tidak terlalu tertarik. Saya pikir film ini menjadi usaha Denzel untuk menjadi "jagoan solo" seperti hal lumrah yang kita temui pada film-film Liam Neeson di Taken yang dibuat sekuel hingga Taken 3 dan semuanya keren menurut saya, atau film John Wick milik Keanu Reeves yang kabarnya akan masuk di sekuel ke tiga, atau juga film Jack Reacher yang sudah dibuat sekuel juga dengan Tom Cruise sebagai "jagoan solo" nya. Berhasilkah usaha Denzel? Nah, itu yang akan kita bahas sedikit di artikel ini.
The Equalizer (2014) tampil sangat apik menurut saya. Ceritanya menarik. Robert Mc Call sebagai mantan agen rahasia yang kembali "menjerumuskan diri" ketika melihat ketidak-adilan terjadi. Ini mungkin yang kembali ditekankan di sekuelnya dengan tagline "some fights are not equal" jadi ya itu.. perlu "someone" untuk membuatnya "equal". Dan "someone" itu adalah Robert Mc Call. Sampai di sini okelah.Â
Film The Equalizer (2014) dengan jujur menceritakan alasan kenapa Robert mau kembali. Apa kebiasaan-kebiasaan Robert (presisi akan waktu, cenderung kompulsif dalam mengatur tata letak barang-barang, dan lain-lain) dan hal-hal detail lain tentang seorang Robert Mc Call, sang mantan agen rahasia. Yang jelas di film ini Robert adalah orang biasa.Â
Manusia biasa saja yang memang punya "sedikit" keahlian karena mantan agen rahasia. Dalam satu scene, ketika tertembak, Robert malah harus mengandalkan bantuan temannya yang sempat dia latih ketika mau melamar posisi sebagai security di swalayan tempat Robert dan temannya itu bekerja. Sebagai manusia biasa dengan berbekal sumber daya semua barang yang ada di swalayan, satu per satu pasukan sewaan yang tentu sangat terlatih dalam membunuh, dapat dikalahkan oleh Robert.Â
Tidak hanya sampai di situ, Robert juga menyasar si kepala penjahat atau mungkin lebih tepatnya kepala mafia yang menjadi "bos" para penjahat itu. Dari mulai menghancurkan usaha-usaha atau bisnisnya hingga menghabisi si "bos" dengan cara yang sangat apik dan unpredictable menurut saya. Si "bos" mafia mati karena tersetrum dan tak perlu langsung merasakan kepalan tangan Robert. Â
Nah, lalu bagaimana dengan The Equalizer 2 (2018)? Yup, betul. Ini adalah film dengan sutradara yang sama dengan The Equalizer (2014). Antoine Fuqua namanya. Konon kabarnya Denzel tidak terlalu suka berperan dalam film sekuel dan cenderung menghindari memerankan tokoh yang sama.Â
Tapi mungkin persahabatan dan kedekatan Denzel dan Fuqua mengubah semuanya itu. Denzel setuju memerankan tokoh yang sama sebagai Robert Mc Call di The Equalizer 2 (2018) ini. Hasilnya?
Film ini dibuka dengan adegan Denzel dalam perjalanan kereta ke Istanbul, menghajar penjahat-penjahat dalam kereta, mengembalikan seorang anak ke ibunya dan kemudian dilanjutkan dengan keseharian seorang Robert Mc Call sebagai sopir online "Livt" (mudah-mudahan penulisannya benar) yang mengantar-jemput penumpang dan bahkan mengharapkan "rating five star" dari konsumennya.Â
Sejenak saya jadi teringat driver online yang selalu meminta, "jangan lupa bintangnya ya Pak..." yang kemudian saya jawab, "oke..." tapi kadang-kadang terlupa juga.
Di film ini tampak sekali terlihat bahwa Robert Mc Call benar-benar menjalankan komitmennya sebagai "someone" yang membuat "equal". Dari mulai membantu seorang anak perempuan yang diculik oleh ayahnya sendiri hingga ke Istanbul tadi, membalas perlakuan orang yang melecehkan secara seksual seorang penumpang perempuan (sekaligus minta rating bintang lima pada aplikasi) hingga berupaya menemukan kembali bukti-bukti tentang sebuah lukisan yang menurut salah satu konsumennya yang sudah lanjut usia, adalah lukisan miliknya (ini berakhir happy ending, tak hanya lukisan, si bapak tua malah bisa bertemu dengan saudara perempuannya).Â