Seorang kader sering diidentikkan dengan seorang sukarelawan yang bekerja tanpa dibayar atau tanpa menerima imbalan dari siapapun. Mereka bekerja dengan melakukan semua hal yang biasanya ada hubungannya dengan masalah kesehatan dan dibekali dengan pengetahuan agar mereka bisa bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur. Adakalanya pengetahuan yang diberikan sangat terbatas. Sering dengan berjalannya waktu, kadang sang kader pun perlahan lupa dengan pengetahuan tersebut. Banyak juga akhirnya yang menyerah oleh waktu karena merasa tidak mampu atau idealismenya yang perlahan-lahan mulai luntur.
Tapi beda dengan kader yang satu ini (Elisabeth Wanimbo, 54 th). Sudah sekitar 14 tahun dia mengabdi sebagai seorang kader kesehatan di desa Pirime di Kabupaten Lanny Jaya – Papua. Dulu ia pernah bersekolah sehingga dia bisa menbaca dan menulis. Dia belum pernah dibekali dengan pengetahuan apapun, padahal dia biasa melakukan kegiatan posyandu bahkan dia sering menolong ibu-ibu yang mau melahirkan. Hanya dengan modal nekat dan dengan sedikit pengalaman yang dia dapat dari melihat bidan saat bekerja, membuat dia semakin semangat untuk melakukannya dan hasilnya, telah banyak ibu-ibu yang ditolong olehnya pada saat persalinan dan bayi mereka ternyata semuanya selamat.
Saat ada undangan oleh salah satu NGO untuk mengikuti kegiatan pelatihan tentang IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dengan senang hati Ibu Elisabeth datang mengikutinya. Saat kegiatan berlangsung, dia diberi kesempatan oleh fasilitator untuk memperagakan cara menolong orang saat melahirkan ala kader.Elisabeth langsung menunjukan aksinya di depan peserta. Persalinan diperagakannya dengan cara jongkok menggunakan temannya yang pura-puranya dijadikan pasien.
Dengan posisi jongkok tentu membuat peserta yang lain jadi bertanya,bagaimana menerapkan IMD?
“Nanti kita habis kasih keluar anak kita taruh tahan di tempat yang sudah siap trus suruh ibu tidur supaya kita taruh anak diatas to” dengan ceplas ceplosnya dan logat Papua pegunungan yang khas, ibu dari 3 orang anak ini menjawab.
Ternyata menurut fasilitator itu merupakan salah satu jawaban yang tepat jika kita harus menolong orang melahirkan dengan cara jongkok.Ibu Elisabeth pun tersenyum bangga. Ternyata pengalamannya yang selama ini diperoleh dari sekedar melihat bidan bekerja ada benarnya juga. Ibu Elisabeth pun semakin bersemangat.
Ibu Elisabeth adalah satu dari hanya segelintir orang yang mau berbakti bagi lingkungannya. Dengan situasi pemekaran Kabupaten baru, dengan banyaknya uang yang beredar, banyak orang yang kemudian tidak bekerja dan berubah menjadi peminta-minta. Ladang dan kebun tidak lagi dikerjakan. Masyarakat hanya menumpuk di depan kantor Bupati untuk meminta uang. Ibu Elisabeth sadar dengan situasi itu sehingga ia menggerakkan ibu-ibu untuk menjadi "penopang" keluarga. "Sekarang ini sulit, hasil kebun itu kami mama-mama yang kerja" kata Ibu Elisabeth. "Tapi biar sudah.. yang penting anak sehat dan jadi anak baik" lanjutnya.
Baik sekali apa yang sudah dilakukan oleh Ibu Elisabeth ini. Maju terus Ibu Elisabeth!
[caption id="attachment_178327" align="aligncenter" width="300" caption="Ibu Elisabeth"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H