Mohon tunggu...
Willy Robertus
Willy Robertus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah seorang siswa SMA , Saat ini pada tahun 2013 , saya duduk di bangku kelas X / 10 , di SMA Santo Paulus Pontianak , Terinspirasi dari seorang tokoh masyarakat , saya ingin mengikuti jejak beliau , sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Pendidikan yang Memperbudak Murid

26 November 2013   16:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:39 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13854586481386370244

sumber : http://rumametmet.com

Siapa yang rela dirampas hak-haknya sebagai manusia? hak untuk hidup secara layak, tanpa takut, hak berbicara dan mengungkapkan pendapat dan lain sebagainya?

Saya yakin, sebagian besar orang tidak akan rela hak-haknya di rampas, walau masih ada sebagian orang saat ini dengan sangat terpaksa merelakan hak-haknya dirampas karena tak berdaya.

Tetapi saya yakin batinya berkecamuk untuk segera lepas dari perampasan hak-haknya.

Entah kapan, tetapi suatu saat mereka pasti memperoleh haknya kembali. Mungkin perampasan hak-hak ini disebut sebagau perbudakan, seperti yang ditulis di Wikipedia,

sebuah kondisi di saat terjadi pengontrolan terhadap seseorang (disebut budak) oleh orang lain.

Kalau dalam kamus besar bahasa Indonesia, perbudakan dalam sistem diartikan, segolongan manusia yg dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan golongan manusia yang lain.

Saya tertarik dengan defenisi kamus besar bahasa Indonesia yang menyinggung perampasan hak kebebasan karena sebuah sistem.

Mencari pengertian sistem,saya temukan beraneka ragam, tapi saya rasa semua orang dapat memahaminya. Sebagai remaja, saya boleh mengartikan sebagai kumpulan dari berbagai proses yang tersususn secara teratur agar mencapai tujuan yang diinginkan dan menurut

wikipedia lagi (tidak disebut sumbernya) sistem memiliki beberapa elemen yaitu tujuan, masukan proses, keluaran, batas, mekanisme pengendalian dan lingkungan.

Sampai di situ, saya mau langsung ke pokok permasalahannya.

Beberapa hari lalu saya tertarik dengan link yang dishare kawan baik saya di Facebook, yang berisi terjemahan pidato kelulusan seorang siswi SMA pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Namanya Erica Goldson. Sumbernya di sini, dan di terjemahkan melalui sumber ini

Biasanya sebagai lulusan terbaik, banyak orang mengucapkan terima kasih dan memuji sekolahnya dan tentunya guru-gurunya dalam membimbingnya.

Tetapi berbeda dengan Erica, sebagai lulusan terbaik ia mengatakan "yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada" Dia bangga karena telah selesai mengikuti periode indoktrinasi. Dari KBBI indoktrinasi berarti pemberian ajaran secara mendalam (tanpa kritik) atau penggemblengan mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja. Artinya apa? Erica sedikit protes, karena sebagai pelajar ia diperlakukan sebagai budak di dalam sistem yang mengurung dirinya.

Alasan Erica mengungkapkan ini, dapat dilihat dari sepenggal isi pidatonya.

"Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar.

Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat"

Lebih lanjut menurut Erica "Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan” Dari apa yang saya ulas diatas, menurut pendapat saya, murid yang merasa dirinya diperbudak oleh sistem khususnya pendidikan dapat berdampak pada tiga hal,

1. Menghasilkan murid yang cerdas namun tidak memiliki keahlian bahkan tidak memiliki kehidupan sosial karena selalu dituntut belajar dan belajar

2. Menghasilkan siswa-siswa yang biasa-biasa saja namun memiliki keahlian dari belajar, yang artinya memahami dan dapat menerapkanya, bukan sekedar mencari nilai atau prestasi. Memliki kehidupan sosial yang seimbang.

3. Menghasilkan siswa tidak peduli kedua hal di atas, pasrah, lulus dan tidak tidak menjadi soal. Hanya mencari status dan mementingkan kehidupan sosial pergaulannya.

Banyak siswa saat ini mungkin seperti Erica, kehidupan sosial dan pergaulanya secara nyata hampir tidak ada. Bisa jadi dia mencari pelarian di dunia maya atau bahkan tidak sama sekali, karena waktunya sudah dihabiskan untuk mengikuti perbudakan sistem yang juga didukung dan diterapkan secara ketat oleh orang tuanya di rumah. Saya jadi mikir, saya tergolong siswa seperti apa nantinya. Menjadi juara, tentu membanggakan juga. Tetapi bila saya harus meninggalkan masa remaja saya lewat begitu saja?

Saya jadi mikir! Tidak bergaul dan menjadi kutu buku, ohhhh tidak mungkin. Saya ingin punya banyak teman dan ingin mencari pengalaman di luar sekolah atau menerapkan apa yang saya pelajari di sekolah sebagai pengalaman yang lebih nyata. Mungkin akan berbeda dengan siswa yang lain, atau pandangan orang dewasa. Tetapi pidato Erica ini, mejadi perenungan saya pribadi.

Pendidikan penting namun jangan sampai diperbudak oleh sistemnya, sehingga tidak dapat berkreasi dan meninggalkan pergaulan sosial saya setiap hari besama teman-teman. Semoga saja semua orang dapat mengevaluasi hal ini, walau dengan pendapat yang berbeda.

------- Salam Perenungan Dari Bumi Borneo --------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun