Mohon tunggu...
Willy Radinal
Willy Radinal Mohon Tunggu... Dosen - Radinalism Opinion

Akademisi dan Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia: Negara dengan Sejuta Potensi yang Terabaikan

18 Juli 2024   10:53 Diperbarui: 18 Juli 2024   11:16 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Indonesia adalah tatanan dari hubungan sosial, politik, budaya, agama, serta ikatan emosional dari sebuah kebesaran komunitas sehingga terbentuk menjadi sebuah entitas negara. Berdasarkan hal itu, bahwa Indonesia bukan hanya merupakan sebuah konstitusi yang terdiri dari norma dan aturan tersurat, tapi Indonesia adalah sebuah nafas dari setiap insan yang ada di dalamnya.

       Secara fitrah Indonesia memiliki jutaan potensi dasar sebagai anugerah dari Sang Pencipta. Berkaca dari hal tersebut, seyogjanya sebagai negara dengan sumber daya berlimpah Indonesia harusnya mampu bersaing dan menjadi salah satu negara yang memiliki kedudukan superior di mata dunia. 

Akan tetapi, dalam realitasnya menurut hemat penulis; “Indonesia hanya memposisikan diri sebagai penikmat dan penonton dari evolusi negara lain dengan mengabaikan sumber daya hayati dan non hayati yang dimliki, serta mengenyampingkan potensi sumber daya manusia yang luar biasa, padahal secara teoritis SDA dan SDM tersebut dapat menjadi senjata kita dalam mendorong Indonesia menjadi negara maju dan berpengaruh di mata internasional”.

      Dewasa ini, Indonesia lambat laun menjadi negara yang tidak mandiri, tingkat ketergantungan kita sebagai negara independen terhadap negara lain dapat dikatakan cukup tinggi, terutama dalam segmen ekonomi serta pengelolaan sumber daya alam yang kini banyak dikuasai oleh asing. Berikut data empirik yang menjelaskan ketidakmandirian kita sebagai negara; Pertama, berdasarkan hasil riset dari lembaga Transformasi untuk Keadilan (TuK) yang menyatakan bahwa: “Terdapat lahan seluas 5,1 juta hektare yang dikuasai oleh kelompok perusahaan kelapa sawit yang dikendalikan taipan”. 

Kedua, adanya kenaikan jumlah impor bahan pokok dalam mencukupi kebutuhan dalam negeri berdasarkan data BPS. Hal ini menunjukkan adanya kerapuhan di sendi-sendi pemerintahan kita, adanya kelemahan dalam ketahanan pangan kita, sehingga kita sebagai negara agrarispun dengan terpaksa harus mengambil opsi melakukan impor kebutuhan pokok.

      Indonesia adalah negara dengan jutaan potensi dalam menaklukkan dunia, tapi kini untuk mencukupi kebutuhan primer rakyatpun sulit, tentu dalam situasi ini akan menimbulkan efek domino yang sangat luar biasa. Hari ini kita harus akui bahwa; Rakyat sulit mendapat hak-hak yang diamanatkan oleh UU, rakyat sulit mendapat pekerjaan, sulit mendapat kehidupan yang layak, sulit mendapat pendidikan berkualitas, sulit mendapat fasilitas kesehatan dan yang paling penting sangat sulit menemukan keadilan. 

Situasi tersebut merupakan rentetan efek yang ditimbulkan dari ketidakmandirian kita sebagai bangsa, maka jika mengutip apa yang disampaikan oleh Prabowo Subianto bahwa; “Indonesia akan bubar pada tahun 2030” menurut penulis hal itu mungkin akan terjadi, tetapi kata “bubar” tidak dapat diinterpretasikan secara harfiah, melainkan bubar dalam arti secara esensial, bahwa nafas kecintaan kita dalam bernegara akan hilang.

      Secara alamiah bahwa bangsa-bangsa akan terus berkompetisi untuk menjadi bangsa yang terunggul dan memiliki kewibawaan di mata dunia. Dalam hal ini Indonesia seperti negara yang terabaikan dan bahkan jadi objek eksploitasi asing, potensi yang semestinya mampu menghasilkan milyaran dollar itu justru jatuh dan menjadi sumber keuangan negara lain. 

Sudah tentu dalam mengatasi situasi ini kita harus ambil langkah cepat, hal paling utama adalah mengambil kembali semua aset Indonesia dari pengelolaan tangan asing, kita harus mencoba memenej dan mengembangkan fitrah kita sebagai negara dengan jutaan potensi secara mandiri. 

Dan jangan lupa, bahwa kita juga memiliki orang-orang hebat yang harus kita rangkul kembali, seperti; Nelson Tansu dengan tekhnologi nanonya, Khoirul Anwar dengan tekhnologi bidang komunikasi, Warsito P. Taruno dengan tekhnologi tomografi dan beberapa tokoh lainnya, yang kini masih jadi bagian penting dalam kemajuan negara lain. Bangsa ini harus mampu dan siap berdiri di atas kedua kakinya sendiri menjadi negara independen yang solid dan tidak lagi menjadi penonton, melainkan menjadi aktor yang akan jadi sorotan bagi setiap mata yang melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun