Suatu malam remang suasana
Jumpa kau di bawah jembatan tua
Kupikir kau sendiri saja
Ternyata tak mampu kucacah semua
”Akh…..kasihan
`Aku menatapmu kelelahan.”
Lamat suara lambat langkah
Kepala menunduk tangan menadah
Mendesak
”Begitu kerja kami ki sanak
Kadang kami memohon dengan lemah
Kadang kami menjarah
Demi mamah dan jiwa berdetak
Bertaruh di tanah yang tamak.”
”Oh Tuhan yang membuang kami ke bumi petaka
Masih adakah bagi kami alam yang berkenan
Bersarang di sini mengesah nasib mendera
Tapi kami tak pernah menuduhMu keterlaluan.”
“Salam sayang untukmu hai jiwa yang terlupa
Sedikit saja aku mau menyumbang doa
Berteman denganmu setelah waktu memberi jeda
Kembali ke sini ku sumpah hingga asa menyerah”
”Akh…..kasihan
Aku mendengar tangismu kehabisan.”
Tanggal yang sama
Ketika nenek buyut kita memanggul senjata
Berperang mengusir pengemis penjajah
Merebut tanah yang kita punya
Semua cuma
Kau dan aku di sini berdoa
Di bawah jembatan tua
Bersama sampah
dan harapan yang kita buang tak bertanda
dalam ketiadaan
tanpa pembasuhan
meleburkan minta
semoga Tuhan memenangkan undian kita
sekepal bibit dan sedepa tanah
sebungkus pupuk sepetak sawah
sekotak uang emas dan permata
rumah megah barang berharga
Senyuman dan bukan airmata.
……………………………………
Akh..malam. Ternyata kami cuma bermimpi. :’(
Begitu kerja kami kisanak
Demi mamah dan jiwa berdetak
Bertaruh di tanah yang tamak
JOGJA, MARET 2008
(puisi ini sengaja saya tulis jelang tanggal 01 Maret
Hari Peringatan Serangan Umum di Yogyakarta.
1949 - 2011, Piala Merdeka kita yang "kosong" menanti terisi kembali..)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H