Mohon tunggu...
Wilibrodus Marianus
Wilibrodus Marianus Mohon Tunggu... profesional -

To be honest, I know nothing, I just have a curiosity to learn anything that I want, I only have a basic instinct to share. SALAM KENAL SAHABAT..! :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

KEPADA PEMINTA AKU PERNAH MENAWARKAN DADA

24 Februari 2011   11:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:18 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suatu malam remang suasana

Jumpa kau di bawah jembatan tua

Kupikir kau sendiri saja

Ternyata tak mampu kucacah semua

”Akh…..kasihan

`Aku menatapmu kelelahan.”

Lamat suara lambat langkah

Kepala menunduk tangan menadah

Mendesak

”Begitu kerja kami ki sanak

Kadang kami memohon dengan lemah

Kadang kami menjarah

Demi mamah dan jiwa berdetak

Bertaruh di tanah yang tamak.”

”Oh Tuhan yang membuang kami ke bumi petaka

Masih adakah bagi kami alam yang berkenan

Bersarang di sini mengesah nasib mendera

Tapi kami tak pernah menuduhMu keterlaluan.”

“Salam sayang untukmu hai jiwa yang terlupa

Sedikit saja aku mau menyumbang doa

Berteman denganmu setelah waktu memberi jeda

Kembali ke sini ku sumpah hingga asa menyerah”

”Akh…..kasihan

Aku mendengar tangismu kehabisan.”

Tanggal yang sama

Ketika nenek buyut kita memanggul senjata

Berperang mengusir pengemis penjajah

Merebut tanah yang kita punya

Semua cuma

Kau dan aku di sini berdoa

Di bawah jembatan tua

Bersama sampah

dan harapan yang kita buang tak bertanda

dalam ketiadaan

tanpa pembasuhan

meleburkan minta

semoga Tuhan memenangkan undian kita

sekepal bibit dan sedepa tanah

sebungkus pupuk sepetak sawah

sekotak uang emas dan permata

rumah megah barang berharga

Senyuman dan bukan airmata.

……………………………………

Akh..malam. Ternyata kami cuma bermimpi. :’(

Begitu kerja kami kisanak

Demi mamah dan jiwa berdetak

Bertaruh di tanah yang tamak

JOGJA, MARET 2008

(puisi ini sengaja saya tulis jelang tanggal 01 Maret

Hari Peringatan Serangan Umum di Yogyakarta.

1949 - 2011, Piala Merdeka kita yang "kosong" menanti terisi kembali..)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun