Dia melangkah ke dalam ruang ruang pers yang penuh sesak, kerah jas dan kemeja terbuka, tangan kiri dalam posisi rileks di dalam saku celananya.
Ini adalah penampakan pria yang yakin pada dirinya sendiri, posisinya, dan kemampuannya yang luar biasa.
Dia melewati garis tipis antara kepercayaan diri dan kesombongan.
Pria ini menyebut dirinya sebagai 'manajer top' sembari menguraikan kesuksesannya bersama Porto yang mengalahkan Real Madrid, Manchester United dan Marseille dalam perjalanannya untuk memenangkan trofi Liga Champions.
Kemudian tibalah saatnya, sebuah frase terukir dalam waktu, dan selamanya tercetak dalam ingatan penggemar sepak bola di seluruh dunia.
"I think I am a special one."
Jose Mourinho membawa brand sebagai "The Special One" (sosok yang spesial dan satu -- satunya) ke Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, Chelsea (lagi!), Manchester United, sebelum akhirnya mendarat di Tottenham Hotspurs.
2 musim di London Utara, Mourinho dipecat sembari menorehkan catatan kurang sedap.
Untuk pertama kalinya, The Special One tidak mempersembahkan trofi kepada klub yang dilatihnya, suatu catatan yang terakhir ia lakukan bersama klub Portugal, Uniao de Leiria, pada 2002
Saya bisa mengatakan Jose Mourinho tidak lagi "The Special One."