Mungkin setelah semua keributan selesai, setelah ide European Super League (Liga Super Eropa) telah mengkristal sebagai kenyataan atau berubah lagi bentuknya, dunia sepak bola akan menemukan waktu untuk melakukan refleksi.
Bagaimana kita mencapai titik dimana Liga Super Eropa akhirnya diwujudkan?
Bagaimana klub-klub besar berhasil merekayasa suatu kompetisi yang hanya menjadi tempat bermain mereka sendiri terwujud sebagai suatu kenyataan tak terelakkan, bahkan disambut?
Bagaimana olahraga paling populer di dunia berhasil menyerahkan begitu banyak kekuasaan, kekayaan, dan pengaruhnya kepada orang-orang yang membencinya?
Karena jangan salah: Liga Super Eropa adalah ide yang hanya bisa dibuat oleh seseorang yang benar-benar membenci sepakbola.
Mereka sangat membenci sepak bola sehingga mereka ingin memangkasnya, merebut paksa, dan memisahkannya dari akar rumput.
Nyata sudah yang menganggap gagasan olahraga kompetitif menyinggung perasaan mereka dan menjadi gangguan yang tidak sehat dari kegiatan menghasilkan uang, tujuan utama kapitalisme.
Kapital tidak pernah hanya puas menjadi perwakilan di tempat dimana keputusan dibuat, tetapi akan selalu menuntut kekuasaan untuk membuat aturannya sendiri.
Ini, sebagian besar, yang tampaknya terjadi pada gagasan Liga Super Eropa.
Baca juga: "Liga Super Eropa: Wacana 12 Klub Besar Mengganti Liga Champions"