Penghargaan polisi kepada mereka yang melaporkan dugaan tindak kejahatan yang terjadi di media sosial mengingatkan saya kepada suatu novel fiksi.
Sebelum menulis review buku tersebut, baiknya untuk mereviu pemberitaan hari - hari ini.
Rencana pemberian lencana penghargaan bagi warga yang aktif berpartisipasi melaporkan dugaan tindak pidana di media sosial telah diapungkan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).
Lencana penghargaan yang akan saya sebut juga lencana siber dalam tulisan ini diberitakan sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat yang telah ikut membantu tugas kepolisian.
Rencana pemberian lencana penghargaan selaras dengan program Polri yang telah melakukan pengaktifan polisi dunia maya untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber yang terkait langsung dengan penegakan Undang -- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Saya sebagai awam masih mengalami kesulitan melihat efek positif daripada pemberian lencana siber tersebut. Saya mencoba menjabarkan kemungkinan positif yang terlintas di bawah.
Mungkin, polisi akhirnya mengapresiasi netizen Indonesia yang setiap hari memention akun resmi Kepolisian di beragam media sosial untuk melaporkan penipuan, tindak kekerasan, dan ragam kejahatan lain yang menggunakan atau disiarkan di media sosial.
Mungkin, penghargaan seperti ini memberikan kita sebagai warga negara untuk waspada akan lingkungan media sosial yang jauh lebih kita akrabi dibandingkan lingkungan di sekitar rumah.
Kemungkinan -- kemungkinan ini baru akan terbukti ketika tata cara untuk mendapat lencana penghargaan ini telah diumumkan dan mulai diberikan kepada masyarakat.
Namun sebelum itu terjadi, pikiran saya ketika mendengar lencana siber malah membuat teringat kepada buku Nineteen Eighty-Four (1984).