Cerita lolos dari kondisi buruk, karena ilmu saat nyantri adalah kisah seorang pemuda bernama Fiky Ikhsan.Â
Pria berusia 26 tahun ini, mengawali dengan berucap bahwa  lulusan pesantren tak selamanya hanya bisa menjadi guru ngaji ataupun kyai, tetapi bisa menjadi guru bagi diri sendiri dalam mengarungi perjalanan hidup.
"Manusia tempatnya salah. Tetapi saya kan sudah belajar banyak saat mondok dulu. Saya harus berusaha sekuat tenaga menjaga nilai-nilai norma yang sudah diajarkan saat nyantri dulu," ungkap Fiky saat membagikan pengelaman tinggal di Jakarta.
Cerita Berawal dari Binjai, Sumatera Utara
Berawal selepas lulus sekolah di Binjai, Sumatera Utara, saat banyak sesama rekan 'tongkronggan' masih berpikir senang-senang. Berbeda dengan Fiky Ikhsan. Dia mulai memikirkan bagaimana menata masa depannya, serta membantu perekonomian kedua orang tua.
Fiky Ikhsan dalam hari-harinya terus berupaya keras. Bahkan hingga mencoba peruntungan dengan berdagang bensin eceran di kampung halaman. Proses demi proses dilalui. Berjalannya waktu usahanya tak berbuah hasil maksimal. Timbul dalam pikiran untuk mencoba peruntungan di luar kampung halaman.
Fiky Ikhsan memutuskan untuk merantau di usia muda. Ibu Kota menjadi pilihan mencari pekerjaan dan uang, sekaligus mengejar impian untuk kuliah.
"Tahun 2013 masih di Kampung. Baru tahun 2014, saya berangkat dari Binjai, Sumatera Utara menuju Jakarta," kata pemuda jebolan Pondok Pesantren  Al-Muhajirin itu.
Cerita Lolos dari Kondisi Buruk karena Ilmu Saat Nyantri
Fiky Ikhsan yang masih muda tiba di Ibu Kota pada awal tahun 2014. Berbagai rintangan mengiringi hari-hari perjalanan hidupnya di Jakarta. Terkadang terasa mimpi sangat sulit untuk digapai. Proses panjang dan melelahkan sempat membuatnya nyaris menyerah.