"Bahagia", itulah kata yang tidak asing lagi bagi kita. Bersebab semua orang ingin mengejar dan merasakan apa itu yang namanya bahagia.
Hal itu tidak salah dan sah saja sebagai hak asasi dari semua manusia. Karena siapa sih yang tidak ingin bahagia dan hanya ingin menderita? Rasanya tidak ada.
Kalau sudah berbicara tentang bahagia, tentu saja itu tidak datang dengan sendirinya. Kita harus menempuh berbagai cara yang benar dan baik agar bisa merasa bahagia.
Seperti halnya anak kecil yang merasa bahagia ketika memperoleh mainan yang masih baru dan yang selalu diinginkan.
Tidak berbeda bagi orang dewasa, pasti ada keinginan untuk bahagia melalui kepemilikan atau perolehan. Perolehan itu bisa berbentuk materi, pujian, dan kehormatan.
Kalau berbicara tentang kebahagiaan yang timbul karena materi, pastinya itu merujuk pada kekayaan dan kualitas materi yang dimiliki seseorang. Semakin banyak tumpukan materi yang berkualitas dan menyenangkan akan membuat dia merasa bahagia bahkan bisa mabuk kepayang.
Untuk itu, penulis memberi contoh nyata melalui pengalamannya ketika mulai beraktivitas di pagi hari. Khususnya ketika berada di taman untuk jalan kaki.
Pengamatan penulis dimulai dari berjejernya mobil mewah dan mobil yang sederhana di tempat parkiran. Jika penulis bandingkan mobilnya yang telah berusia 17 tahun dengan mobil yang luks maka penulis bisa merasa dunia hanya berpihak pada mereka yang berduit.
"Mengapa dia punya mobil yang bisa dibanggakan dan dipamerkan, sedangkan mobil saya sudah tua dan nilai apa yang mau dipertunjukkan kepada umum?"
Syahdan, penulis segera sadar bahwa pemikiran semacam itu bisa merampas rasa bahagia yang penulis miliki selama ini terhadap mobil yang telah setia menemani penulis ke mana saja.