"Quiet Quitting vs Quiet Firing". Kalimat yang sangat terkesan agak "strong".
Quiet Quitting awalnya memang adalah suatu filosofi tentang tindakan bekerja yang seperlunya sesuai jobdesc. Tidak melebihi kompensasi dan aspresiasi atasan atau perusahaan di mana seorang bekerja.
Filosofi ini diangkat kembali dan menjadi suatu tren yang hangat untuk dibahas dan bahkan diterapkan oleh para pekerja.
Dan belakangan ini artinya menjadi berubah. Artinya menjadi "Diam-diam untuk berhenti atau berencana untuk berhenti dari pekerjaan yang sekarang digeluti". Tentu ini sah dan wajar saja.
Quiet Quitting (dalam makna yang sesungguhnya) sebenarnya memiliki banyak kelebihan dan manfaatnya. Apalagi jika kita bekerja di perusahaan yang besar. Di mana sistem manajemen dan pola kerja sudah terbentuk dan terstruktur dengan rapi dan baik.
Penulis memiliki pengalaman tersendiri sewaktu bekerja di perusahaan yang seperti itu. Penulis bekerja sesuai dengan posisi, jobdesc dan waktu yang sudah ditentukan.
Pada saat pertama kali penulis mulai kerja di sana beberapa bulan, penulis suka membantu rekan kerja dari departemen yang berbeda. Penulis membantu mereka setelah tugasnya selesai.
Ini adalah inisiatif dari penulis sendiri untuk membantu. Beberapa kali penulis bekerja lewat waktu yang telah ditentukan karena membantu rekan kerja. Seharusnya penulis sudah clock out jam enam pagi tepat tapi karena membantu rekan, maka clock out menjadi ekstra setengah jam.
Apakah saya melakukan hal yang baik dan benar saat itu? Tentu saja itu baik tetapi belum tentu benar di mata atasan atau perusahaan tersebut.
Jika waktu ekstra saya dihitung, maka saya seharusnya mendapatkan gaji melebihi standar tetapi penulis hanya mendapatkan gaji yang sesuai dengan waktu yang sudah disepakati di awal interviu kerja.