Di zaman dinasti Han hiduplah seorang ahli pembuat roda. Dia bernama Han Fei, berusia lima puluh tahun dan hidup seorang diri tanpa keluarga.
Dia sangat ahli dalam membuat roda dan mencintai pekerjaan tersebut yang telah dirintis sejak masih muda. Orang-orang memanggilnya dengan nama panggilan "Suhu Fei".
Raja sering memerintahkan menterinya agar meminta Fei membuat beberapa roda. Roda-roda hasil karya Fei akan dipasang pada kereta pengangkut barang.
Fei sangat bersukacita dalam hal membuat roda. Dia selalu menggunakan kayu yang sangat kuat dan lentur. Semua didapati dari penjual kayu setempat.
Setelah semua bahan kualitas tinggi didapati, dia mulai bekerja pagi, siang, dan sore di tokonya. Hasilnya dia mampu membuat beberapa roda dalam sehari.
Pada suatu masa di musim kemarau yang sangat panjang, Fei memiliki urusan keluar kota yang membuat dirinya harus meninggalkan tokonya untuk beberapa hari.
Dikarenakan cuaca yang panas dan kering saat itu, maka banyak sekali peristiwa kebakaran terjadi di kota tempat Fei membuka usahanya. Nahas, toko Fei juga mengalami kebakaran.
Saat api berkobar pada malam hari di toko Fei, para tetangga mencoba memadamkan api. Mereka saling bahu membahu untuk mencoba menyelamatkan toko tetapi tidak mampu berbuat banyak dikarenakan api yang sangat ganas dan bergerak cepat.
Namun ketika api berhasil dipadamkan, ternyata toko Fei sudah ludes. Semua bahan, perlengkapan dan roda-roda hanya tinggal abu.
Mendengar kabar bahwa tokonya terbakar habis, Fei segera pulang ke kota.
Dalam perjalanan pulang yang memakan waktu sehari, Fei akhirnya tiba di kota dan dengan tergesa-gesa menuju toko kesayangannya yang berperan sebagai satu-satunya sumber pendapatan.
Begitu dia sampai di toko itu, ada rasa sedih dan kecewa yang sangat mendalam. Dia menangis dengan keras, dunia seakan runtuh. Dadanya sesak dan dia berharap itu hanyalah sebuah mimpi buruk.
Para tetangga mencoba menghibur tetapi Fei tampaknya terlalu larut dalam kesedihan dan tidak mampu untuk menerima semua itu. Hasil usaha kerasnya selama puluhan tahun menjadi abu dalam waktu semalaman.
Semenjak hari itu, dia menjadi sangat kurus karena hanya makan sedikit saja. Dia hanya melewatkan hari dengan termenung. Masih diingatnya ketika tokonya ramai, banyak waktu dan keringat dicurahkan dalam usaha itu.
Kondisi Fei semakin memburuk selama beberapa bulan. Dia hanya bangun dan makan sedikit sekali. Tidak banyak yang dilakukan setiap harinya selain duduk meratapi nasib.
Hingga suatu hari hadirlah seorang pemuda yang sangat bijaksana ke rumah Fei. Dia menjenguk dan menanyakan keadaan Fei.
“Apa kabar Suhu Fei?”
Fei menarik napas panjang dan menghembusnya dengan berat.
“Saya sangat sedih. Ingin saya meninggal dunia saja.”
Pemuda itu melihat air muka Fei yang sangat putus asa.
“Bersemangatlah kembali. Suhu Fei dapat bangkit kembali.”
Fei berpikir bahwa pemuda itu tidak tahu apa-apa karena bukan dia yang mengalami peristiwa nahas tersebut. Lalu berkata;
“Kamu tahu apa? Semua itu saya rintis sejak masih muda, semua usaha keras dan waktu saya habiskan di sana. Kebakaran itu menyebabkan saya sangat bersedih karena kehilangan semua yang saya miliki.”
Pemuda bijaksana mencoba menghibur Fei dengan sangat terampil, lalu percakapan mulai mengalir bak air sungai.
“Apakah Suhu Fei ahli dalam membuat roda?”
“Ya, saya sangat ahli. Saya mengetahui bagaimana memperoleh dan memilih bahan untuk membuat roda, bagaimana membuat mereka melengkung dan menggabungkan semua menjadi satu roda utuh.”
“Lalu bagaimana setelah roda selesai dibuat dengan segala kelengkapannya?”
“Saya akan mencoba memutarnya di atas pemukaan jalan yang rata.”
“Bagaimana dengan laju roda tersebut?”
“Laju roda seharusnya rata menyentuh permukaan tanah dan berputar lurus tanpa berbelok dan kokoh ketika berputar.”
“Apakah satu bagian permukaan roda selalu menyentuh jalan, ataukah bagian lain harus silih berganti berputar terus agar dapat berjalan untuk sampai tujuan?”
“Tuan, kita semua tahu kalau ketika roda berputar, semua bagian permukaan roda akan berputar silih berganti apakah bagian atas, bawah, dan diantaranya.”
“Lihatlah, Suhu Fei adalah seorang ahli pembuat roda. Mengetahui cara membuat roda dan bagaimana cara berputar hingga bisa bergerak sampai pada tujuan.”
“Iya, itu memang keahlian saya.”
“Tetapi apakah Suhu Fei mengetahui sebagaimana roda berputar, kehidupan ini juga berputar?”
Fei tersendak, seakan mendapatkan pelajaran yang menohok dari percakapan tersebut. Ini adalah suatu pencerahan atas kesedihan mendalam yang telah dia alami.
“Tuan, terima kasih. Sekarang saya menyadari bahwa kehidupan selalu berputar layaknya sebuah roda. Roda harus selalu berputar untuk berjalan sampai tujuan.”
Pemuda itu melanjutkan.
“Begitulah, kehidupan ini selalu berputar bagai sebuah roda. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah.”
Suhu Fei berjanji untuk segera bangkit dalam keterpurukannya.
“Tuan, saya sangat berterima kasih kepada Anda. Saya akan bangkit hari ini karena telah tersadarkan.”
Pemuda itu tersenyum dan merasa bahagia setelah membuat Fei menyadari bahwa kehidupan ini selalu berputar bagaikan sebuah roda.
****
Kadang kita mengalami kebahagiaan dan penderitaan tetapi kedua kondisi tersebut tidaklah selalu bertahan lama dan selalu tetap. Kondisi tersebut akan berlalu silih berganti dan berubah.
Kita harus segera bangkit ketika sedang terpuruk dan harus senantiasa waspada ketika kita sedang mengalami kebahagiaan agar tidak hanyut di dalamnya.
Penulis : Willi Andy untuk Kompasiana.
April 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H