Sedikitnya ada 3 faktor utama yang justeru sering diabaikan oleh para pengambil keputusan, pelatih, dan peserta. Kami mengumpulkan cukup banyak data dan silahkan Anda lakukan sendiri uji coba sbb:
1. Retention: Coba tanyakan kepada teman atau relasi kita seberapa ingat ybs mengingat suatu pesan yang untuk mudahnya yang diterima saat mendengarkan suatu ceramah (entah hari Minggu atau Jumat dsb). Seberapa persen masih diingat pesan "penting" tersebut. Kalau perlu ditanyakan kembali pesan yang dia terima 2 minggu lalu. Anda akan kaget bahwa walau sang pembicara "luar biasa" penyampaiannya, dalam kondisi khusuk dan tempat/lingkungan yang tepat begitu rendahnya "retention" seseorang terhadap sebuah pesan. Jangan ditanya seberapa ingat mereka akan pesan dari atasan saat di kantor/tempat kerja. Bila skor yang Anda survey ada diatas 25% maka itu sudah lumayan.
2. Repetition: Beberapa cara dilakukan untuk mencegah "retention" atau lupa nya seseorang akan sebuah pesan, maka dilakukan "repetition". Contoh ringkasnya adalah sbb: seorang anak harus tahu bahwa target akhir tahun yang diharapkan orang tuanya adalah naik kelas. Bayangkan apabila sang anak harus diingatkan terus setiap hari soal "naik kelas" atau contoh bagi seorang karyawan target yang harus dikejar tiap hari. Apa akibat yang muncul? Kemungkinan besar adalah munculnya rasa stress. Apabila tim Anda masih di atas 50% bersedia diingatkan soal target rutin (minimal menerima telpon/menjawab SMS Anda) maka sudah termasuk lumayan. Situasi makin rumit sekarang bukan?
3. Subyektifitas: Hal tesebut diatas diperparah oleh adanya unsur Subyektifitas sang manusia. Sebagai contoh, bagi seorang owner/pemilik perusahaan adalah sangat-sangat-sangat wajar bila mengingatkan soal "Perusahaan harus untung sebesar-besarnya dengan biaya yang serendah-rendahnya" karena ini merupakan teori ekonomi mutlak. Akan tetapi apabila hal tersebut disampaikan pemilik terus menerus dalam sebuah rapat, maka kemungkinan besar sebagian karyawan akan pulang memberi tahu isterinya kira-kira apa ya soal kenaikan gaji tahun ini? Sebaliknya kalau saatnya sang anak pemilik perusahaan bertanya kepadanya untuk minta petunjuk mencari perusahaan untuk magang, sebagian besar akan memberikan jawaban kepada sang anak untuk mencari perusahaan yang "bonafid" atau jelasnya mampu memberikan gaji tertinggi dan karena ini menyangkut sang anak, maka diembeli dengan pesan "jangan kerja terlalu keras nanti sakit". Kelihatannya normal bukan? Akan tetapi hal inilah yang disebut contoh subyektifitas, yaitu pesan kepada karyawan dan kepada anak bisa 180 derajat berbeda. Mungkin ditempat Anda kasusnya berbeda, akan tetapi karyawan bisa melihat pasti ada "anak emas" atau "kambing hitam" dalam suatu organisasi. Apabila Anda survey yakin tidak ada istilah "anak emas" atau "kambing hitam" yang menjadi issue dalam organisasi Anda, maka unsur subyektifitas bukanlah momok dalam organisasi Anda.
Dengan adanya salah satu atau kesemua ketiga hal tersebut di atas, tentunya efektifitas suatu TRAINING atau bahkan Penyampaian suatu PESAN (MISI dan VISI) perusahaan menjadi mubazir.
Apabila Anda sudah mencoba mensurvey dengan cara di atas dan sungguh-sungguh ingin mendapatkan solusi atas ke tiga masalah tersebut berdasarkan dari 20 perusahaan yang sudah proven, maka jangan takut untuk berdiskusi dengan kami untuk bersama kita ambil solusinya sehingga kita bisa mendapatkan solusinya mendekati 100%. Tertarik? Silahkan survey terlebih dahulu sendiri ya.
http://www.careplusindonesia.com/article.php?idarticle=37
http://bestcharacters.blogspot.com/2011/10/3-faktor-training-pasti-efektif.html
Salam Karakter!
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
Care Plus Indonesia®
The First Life Time® Program & Counseling
PIN BBM: 2144922D
Twitter @williamwiguna
FB: William Wiguna
HP: 0818-839469, 021-94746539
william.wiguna@gmail.com
william@careplusindonesia.com