Mohon tunggu...
William Soumokil
William Soumokil Mohon Tunggu... Wirausaha -

Anak Bangsa I Pecinta Kopi Hitam I Penikmat Film I Penyuka Buku I Tertarik pada Sejarah,Sastra dan Budaya I

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Impor Listrik Murah Malaysia Menjadi Solusi

14 September 2016   10:56 Diperbarui: 14 September 2016   20:04 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah krisis listrik masih menghantui banyak daerah di negeri ini. Tak terkecuali dialami pula beberapa wilayah di Kalimantan Barat yang masih berkutat mengatasi persoalan krisis listrik berkepanjangan. Dari data yang diperoleh sampai dengan Maret 2016, Kalimantan Barat hanya memiliki pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 582 Megawatt (MW) sementara beban puncak di malam hari mencapai 484 MW. Rasio pemenuhan daya listrik di Kalimantan Barat baru mencapai 79,7% dan masih di bawah angka rata-rata nasional sebesar 84,12%.

Dari data yang ada, wilayah Kal-Bar masih diliputi beberapa Kabupaten yang belum teraliri listrik secara memadai di antaranya adalah Kabupaten Putusibau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, dan Kabupaten Bengkayang termasuk pula di antaranya wilayah perbatasan antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia bagian timur (Sarawak). Sebelum terjadi perjanjian jual-beli listrik interkoneksi Indonesia dan Malaysia persoalan krisis listrik bahkan masih dialami di wilayah Ibu Kota Pontianak serta Pemerintahan Kota di Kalbar.

Akibat minimnya pasokan energi listrik tersebut, tak heran jika pemadamanan listrik secara bergilir pun masih terus dialami oleh warga.

Mengatasi persoalan krisis listrik di Kal-Bar ini Pemerintah RI melalui PT. PLN akhirnya mengambil langkah pasti untuk membeli pasokan energi listrik dari SESCO (penyedia listrik Negara Malaysia) guna memenuhi defisit energi listrik berkepanjangan yang dialami masyarakat Kal-Bar.

Interkoneksi kedua Negara ini terjadi pada 20 Januari 2016 antara Gardu Induk tegangan Extra Tinggi (GITET) Bengkayang Kal-Bar dan GITET Mambong milik SESCO Malaysia berdasarkan perjanjian Power Exchange Agreement (PEA) antara PT. PLN Indonesia dan pihak SESCO Malaysia. Dalam kesepakatan tersebut kedua belah pihak melakukan perjanjian jual-beli listrik selama kurun waktu 25 tahun ke depan.

Gardu Induk di Singkawang Kal-Bar yang terhubung dengan Gardu Induk Momboong SESCO di Bengkayang : (foto:tribunnews.com)
Gardu Induk di Singkawang Kal-Bar yang terhubung dengan Gardu Induk Momboong SESCO di Bengkayang : (foto:tribunnews.com)
Untuk 5 tahun pertama Indonesia akan membeli listrik dari Malaysia sebesar 50 MW saat Lewat Beban Waktu Puncak (LWBP) dan 230 MW saat Waktu Beban Puncak (WBP). Pada tahap awal interkoneksi SESCO Malaysia akan menyalurkan daya listrik sebesar 10 MW dan secara bertahap akan dinaikkan menjadi 50 MW sampai periode akhir Maret 2016. Pada 09 Mei 2016 pasokan listrik dari Malaysia meningkat sampai 75 MW dan impor akan terus ditingkatkan sampai 95 MW mulai 16 Mei 2016.

Impor arus listrik dari Malaysia ini diakui justru lebih menguntungkan. Harga listrik Malaysia dinilai jauh lebih murah, yaitu hanya berkisar Rp. 1.200 per Kwh saja sesudah dikurskan ke dalam rupiah dan dijual ke masyarakat Kal-Bar hanya dengan harga Rp. 900 per Kwh dengan beban subsidi Negara sekitar Rp.200 per Kwh.

Salah satu Gardu Induk penghubung listrik SESCO Malaysia di Kalbar (foto:tribunnews.com)
Salah satu Gardu Induk penghubung listrik SESCO Malaysia di Kalbar (foto:tribunnews.com)
Perhitungan di atas jauh lebih murah bila dibandingkan dengan perhitungan produksi tenaga listrik dalam negeri yang dihasilkan oleh mesin diesel di mana dengan tenaga diesel harga listrik dapat mencapai Rp. 2.800 per Kwh dan beban subsidi Negara mencapai Rp. 1.900 per Kwh. Dengan membeli listrik murah milik SESCO Malaysia, sudah terjadi selisih harga sekitar Rp.1.700 per Kwh –nya.

Walau masih menuai pro dan kontra, solusi mengatasi krisis listrik dengan kebijakan impor listrik murah Malaysia ini sudah mulai dirasakan dampaknya pada beberapa wilayah di Kal-Bar yang saat ini mulai terbebas dari masalah byarpet listrik namun sekaligus menjadi ‘Pekerjaan Rumah’ yang besar bagi kita untuk lebih mandiri memanfaatkan secara maksimal sumber-sumber energi baru yang tersedia untuk menanggulangi kebutuhan listrik di dalam negeri.

Keseriusan pemerintah pusat agar Indonesia segera keluar dari krisis energi listrik berkepanjangan sebenarnya layak untuk diapresiasi antara lain dengan program listrik 35.000 MW yang terus digulirkan diikuti dengan diterbitkannya regulasi-regulasi baru tentang percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan dan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan secara maksimal sampai ke daerah-daerah.

Implementasi di segala penjuru tentu saja sangat diharapkan agar kita segera keluar dari krisis energi listrik berkepanjangan.***

Sumber-sumber : esdm.go.id - m.tempo.co - pontianakpost.com - republikana.id

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun