Ketika artikel ini sedang ditulis, Indonesia sedang menghadapi risiko inflasi yang tinggi. Tingkat inflasi bulan Juli 2022 adalah 4.94% yoy, tertinggi dalam tujuh tahun. Tekanan inflasi ini sangat mungkin akan semakin meningkat dalam waktu dekat. Terakhir, Menko Marves Luhut B Panjaitan memberi sinyal eksplisit bahwa Pemerintah akan segera menaikan harga BBM bersubsidi - Pertalite. Lalu, bagaimanakah kita harus menyiasati inflasi tinggi ini?
Dari kaca mata keuangan personal, periode inflasi tinggi adalah waktu yang tepat untuk mengatur ulang rencana pengeluaran. Paling mudahnya, kembali sisir pengeluaran yang sifatnya adalah kebutuhan dan keinginan; mendesak dan tidak. Prioritaskan pengeluaran kebutuhan seperti groceries, uang sewa serta cicilan, uang sekolah anak, dan sebagainya.
Bila masih ada sisa yang biasanya bisa dipakai untuk pengeluaran keinginan, seperti untuk ngopi-ngopi, makan di restoran, staycation, sebaiknya disimpan dulu sambil melihat situasi. Bulk your emergency fund.
Dari perspektif ilmu ekonomi mikro, kenaikan harga dan penurunan konsumsi tentunya akan menyebabkan turunnya kepuasan.
Walaupun demikian, teori pilihan konsumen mengajarkan bahwa kita mungkin saja bisa mempertahankan tingkat kepuasan bila kita menemukan barang substitusi yang tepat.
Mungkin saja harga barang subtitusi ini tidak terinflasi seperti barang pilihan utama kita. Barang-barang yang bisa kita siasati dengan cara ini umumnya adalah barang-barang dengan tingkat elastisitas tinggi.
Jadi, jangan khawatir bila misal salah satu merek mi instan mengalami kenaikan harga.
Selanjutnya adalah siasati penyimpanan uang cadangan kita.
Periode inflasi tinggi umumnya akan diikuti dengan periode kenaikan suku bunga pula. Bank Indonesia (BI) baru saja menaikan suku bunga acuan BI 7d-RR dari 3.50% menjadi 3.75% pada bulan ini.