Harus Dilawan
Sementara itu, J. Badeoda SH, salah satu pengacara yang mengadvokasi para korban menegaskan, pembangunan daerah yang dilakukan dengan mencabut hak-hak rakyat atas tanah bukanlah tindakan yang mensejahterakan tetapi justru menyengsarakan rakyat. “Tindakan itu bukan demi kepentingan umum melainkan kepentingan pribadi dan kelompok bisnis yang menghalalkan segala cara. Hal ini tidak boleh dibiarkan, tetapi harus dilawan,”ujarnya.
Menurut Badeoda yang didampingi Yono dan beberapa aktivis Serikat Petani Karawang (Sepetak), terdapat beberapa perkara kepemilikan tanah antara SAMP – anak usahaAgung Podomoro -dengan masyarakat di atas lahan seluas 350 ha di Kecamatan Teluk Jambe Barat Karawang. Perkara tersebut ada yang masih berjalan dan ada pula yang sudah diputuskan. Ia mengatakan, terhambatnya pelaksanaan eksekusi karena putusan tersebut secara yuridis formal dan material tidak dapat dijalankan (unexecutable) karena tidak jelas obyek sengketa dengan batas-batas tanah yang harus dieksekusi sebagaimana tertera dalam amar putusan.
Badeoda menegaskan, putusan unexecutable dinyatakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Karawang sejak tahun 2011. Pelaksanaan eksekusi baru dilakukan secara paksa dengan bantuan ribuan aparat Polda dan Brimob ketika Marsudi Nainggolan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Karawang yang baru.
“Proses pelaksanaan eksekusi tidak dilakukan secara benar bahkan merupakan tindakan melawan hukum karena putusan dibacakan tanpa menunjuk batas-batas tanah yang jelas tetapi langsung dipatok oleh aparatur kepolisian di atas tanah rakyat yang tidak terlibat dalam perkara yang ada. Ini merupakan tindakan pencabutan hak-hak rakyat secara paksa oleh pengadilan dan aparatur penegak hukum,” tegas Badeoda dari kantor pengacara Amir Syamsuddin.
Ia mengatakan, pengacara SAMP yang menyatakan putusan No. 160 PK/Pdt/2011 juncto No. 695 K/PDT/2009 juncto No. 272/PDT/2008/PT.BDG juncto No. 2/Pdt.G/2007/PN.Krw telah memberikan kepastian hukum tentang hak atas tanah seluas 350ha kepada SAMP merupakan pernyataan yang menyesatkan karena putusan No. 160 PK/Pdt/2011 juncto No.160/PK/Pdt/2011 juncto No. 695 K/PDT/2009 juncto No.272/PDT/2008/PT.BDG juncto No. 2/Pdt.G/2007/PN.Krw tersebut justru memberikan ketidakpastian hukum kepada SAMP dan ketidakadilan kepada masyarakat, mengingat keputusan sejak awal penuh rekayasa karena tidak dilakukan pemeriksaan lokasi/Pemeriksaan Setempat (PS) sehingga tidak jelas tanahnya.
Badeoda mengatakan, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum semakin muncul karena Putusan No. 160 PK/Pdt/3011 juncto No. 695 K/PDT/2009 juncto No. 272/PDT/2008/PT.BDG juncto No. 2/PDT.g/2007/PN.Krw yang memenangkan SAMP bertentangan dengan beberapa putusan yang memenangkan pihak lain antara lain Putusan MA No. 316 PK/PDT/2007 juncto No. 1526 K/Pdt/2005 juncto No. 497/Pdt/2004/PT.Bdg.
Atas eksekusi yang dipaksakan tersebut, masyarakat yang dirugikan dengan telah melakukan Gugatan Perlawanan terhadap eksekusi yang terdaftar dengan No. 37/Pdt.Plw/2014/PN. Krw. “Masih terdapat perkara lain di atas tanah seluas 350ha tersebut antara SAMP dan anggota masyarakat lainnya sehingga meski sudah terjadi pelaksanaan eksekusi, masalah kepemilikan atas tanah seluas 350 ha tersebut masih belum selesai,”ujarnya.
- See more at: http://www.jurnas.com/news/147775/Eksekusi-Tanah-di-Karawang-Terus-Dilawan--2014/1/Nusantara/Daerah#sthash.vrLRYlUq.dpuf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H