Pada Minggu, 20 Oktober 2024 kemarin, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah resmi menerima mandat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode 2024 hingga 2029 mendatang. Sederet tugas dan ragam permasalahan tanah di air kini sudah menunggu para pemimpin baru bangsa ini untuk lima tahun berikutnya.
Tentunya, pergantian kepemimpinan juga akan membawa perubahan -- perubahan baru yang diantaranya adalah bagimana kebijakan luar negeri dan diplomasi Indonesia akan dijalankan oleh pemerintahan yang baru ini.
Dalam hal ini, karakteristik Prabowo Subianto yang memiliki latar belakang militer dan pendekatan nasionalis yang kuat akan menjadi parameter yang mengindikasikan jika Prabowo akan lebih mengandalkan pendekatan bilateral dalam gaya diplomasi luar negerinya yang tentunya sangat berbeda dari pendahulunya yakni Presiden Joko Widodo.
Memang tendensi gaya diplomasi luar negeri Prabowo Subianto sudah terlihat semenjak ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era Joko Widodo yang dimana ia kerap kali melontarkan pandangannya terhadap isu -- isu internasional seperti misalnya kritiknya terhadap negara -- negara barat karena pembatasan ekspor minyak sawit dan juga mengajukan proposal perdamaian untuk penyelesaian konflik Rusia dan Ukraina.
Selain itu bagaimana Prabowo secara piawai mendapatkan deal -- deal penting pengadaan dan modernisasi alutsista TNI dari negara -- negara seperti Prancis, Turki, dan Italia juga adalah sebagian contoh lain dari bagaimana kira -- kira Prabowo akan menjalankan politik luar negeri Indonesia selama lima tahun kedepan.
Sebelum lebih jauh membahas tentang diplomasi dan kebijakan luar negeri ala Prabowo Subianto, penulis akan sedikit mengulas bagaimana kedua hal tadi berjalan di era Presiden Joko Widodo.
Selama 10 tahun terakhir, Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo menerapkan kebijakan luar negeri dan diplomasi bersifat pragmatis yang dimana Indonesia lebih memprioritaskan pembangunan domestic yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur ketimbang hubungan luar negeri.
Presiden Jokowi sendiri juga lebih banyak mengandalkan kabinetnya melalui Kementerian Luar Negeri dalam menavigasi kebijakan dan diplomasi Indonesia di kancah internasional, terutamanya dalam menyikapi isu -- isu global yang bersifat kompleks. Selain itu, Jokowi juga dikenal jarang mengadakan pertemuan bilateral dengan pemimpin negara lain dan lebih memilih diplomasi - diplomasi yang dilakukan dalam forum -- forum internasional seperti ASEAN dan G-20 yang lagi -- lagi fokus utamanya adalah kerja sama ekonomi dan relasi dagang.