Di tempat lainnya, Guo dengan pasukannya harus berhadapan dengan ratusan ribu pasukan pemberontak yang dipimpin oleh pentolan kepercayaan An Lushan yang bernama Shi Shiming. Di tengah situasi yang semakin kacau dan banyak-nya perwira tinggi militer Tang yang membelot ke sisi pemberontak karena mendengar Chang'an sudah dikuasai pemberontak, disinilah patriotisme dan rasa cinta tanah air Guo diuji. Ia bisa saja melakukan hal yang sama seperti para jenderal tersebut mengingat semakin kuatnya pasukan pemberontak dari hari ke hari.
Tetapi Guo memilih untuk tetap setia dan dengan tenang mengatur strategi untuk menahan laju Shi Shiming dan pasukannya. Selama 40 hari berikutnya, pertempuran -- pertempuran kecil terjadi di antara kedua belah pihak dan membuat Shi Shiming berpikir jika Guo sudah menyiapkan perangkap jika ia memaksakan seluruh kekuatannya untuk maju. Pada akhirnya, Guo yang tahu jika ia bertaruh dengan waktu hanya bisa terus melakukan strategi perang artrisi melawan Shi dan pasukannya hingga bantuan tiba.
Beberapa hari kemudian, sembilan puluh ribu pasukan Tang di bawah pimpinan Jenderal Li Guangbi bergabung dengan Pasukan Guo dan kombinasi keduanya berhasil menghancurkan sebagian besar Pasukan Shi Shiming yang membuatnya terpaksa mundur ke wilayah Fenyang yang merupakan salah satu markas komando pasukan An Lushan. Li Guangbi, jenderal keturunan Khitan yang saat itu menjadi salah satu komandan tertinggi Pasukan Tang merekomendasikan Guo ke Kaisar Xuanzhong. Guo kemudian meminta izin Kaisar untuk mengejar sisa -- sisa pasukan Shi Shiming namun Xuanzhong menolaknya dan Guo pun mematuhinya.
Tidak lama setelah itu, Kaisar Xuanzhong memutuskan untuk turun tahta dan putra-nya Li Heng menggantikannya dan mengambil nama Suzong sebagai nama kaisar-nya. Sebagai Kaisar baru, Suzong mendapatkan dukungan yang sangat minim dan semakin banyak Jenderal Tang yang mengabaikan perintahnya dan membelot ke kubu pemberontak. Guo, di sisi lain bersama dengan beberapa jenderal Tang lainnya memilih untuk bertahan di Pasukan Tang. Suzong yang sudah tidak punya banyak pilihan akhirnya menunjuk Guo sebagai komandan tertinggi Pasukan Tang menggantikan Li Guangbi yang meninggal pada 764 masehi.
Dengan otoritas di tangannya dan izin Suzong, Guo kemudian mulai menggerakan pasukan Tang untuk melancarkan operasi militer di daerah Shanxi dan mendapatkan kemenangan besar serta perlahan mendapatkan kembali dukungan masyarakat sipil Tang. Dengan kematian An Lushan setahun sebelumnya membuat tampuk kepemimpinan Dinasti Yan mulai melemah, Guo memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut kembali ibukota Chang'an yang membuat An Qingxu (Putra dari An Lushan) dan para pemimpin pemberontakan melarikan diri ke Luoyang.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh Guo membuat Kaisar Suzong khawatir akan popularitas Guo sehingga ia kemudian cepat -- cepat menunjuk para kasimnya (yang juga iri dengan pencapaian Guo) untuk mengambil alih kepemimpinan operasi militer dari tangan Guo yang berujung pada kekacauan. Guo yang dikembalikan ke jabatan Jiedushi-nya tidaklah marah dan sebaliknya tetap berfokus pada tugasnya untuk menumpas pasukan pemberontakan. Akibat dari Keputusan Suzong yang paranoid itu, pasukan Tang tidak memiliki komando pusat dikarenakan kini para jiedushi yang memiliki kedudukan sama secara bersamaan mengambil komando tertinggi.
Kemudian pertempuran besar pun terjadi antara pasukan Tang dan pasukan pemberontak yang kini sudah dikomandoi total oleh Shi Shiming yang terlebih dahulu memberontak terhadap An Qingxu dan mengeksekusinya. Kendati menang dan Shi Shiming terbunuh, karena tidak adanya koordinasi langsung seperti sebelumnya, banyak korban jiwa berjatuhan dari pihak Tang dan hal ini membuat Kaisar Suzong tidak senang dan membuat para Jiedushi saling menyalahkan satu sama lainnya dan pada akhirnya mereka kompak menyalahkan Guo yang memang sejak awal mengambil inisiatif strategi untuk pertempuran tersebut dan disetujui oleh jiedushi lainnya.
Di samping itu pembawaan Guo yang sederhana juga membuatnya populer di mata masyarakat sipil dan Kaisar Suzong yang semakin khawatir akan posisinya kemudian menurunkan pangkat Guo menjadi perwira biasa dan di sisi lain memberikan para jiedushi lainnya hadiah besar semata -- mata untuk membuat mereka tetap setia kepadanya. Guo hanya bisa pasrah dan menerima keputusan Suzong dengan lapang dada. Tetapi ia tetap pada pendiriannya untuk setia kepada Tang.
Pada 762 masehi, Pasukan Tang berhasil merebut Kembali Luoyang dan kaisar terakhir Dinasti Yan, Shi Caoyi memutuskan untuk bunuh diri yang membuat pemberontakan An Lushan semakin mendekati klimaks-nya. Tetapi pemberotakan tersebut juga membuat daerah perbatasan Tang menjadi rawan di serang terutamanya oleh Kekaisaran Tibet yang memang sudah sejak lama mengincar daerah -- daerah tersebut.
Para Jiedushi yang menjaga daerah perbatasan juga tidak dapat berbuat banyak karena kurangnya suplai dan insentif ditambah dengan kepemimpinan Kaisar Suzong yang dianggap lemah. Pada akhirnya situasi ini memaksa Suzong untuk mengembalikan Guo menjadi pemimpin militer Tang tanpa otoritas dan ia ditugaskan untuk menahan serbuan -- serbuan pasukan Tibet di daerah perbatasan.
Suatu kejadian makin menegaskan integritas Guo sebagai seseorang yang setia kepada pemimpin dan tanah airnya. Seorang jenderal biasa bernama Wang Xuanzhi membunuh seorang jiedushi yang bertugas di daerah Shanxi dan mengklaim jika pasukan jiedushi tersebut masih setia terhadap Guo dan hal ini memaksa Suzong untuk mengembalikan jabatan Guo sebagai jiedushi beserta dengan otoritasnya untuk menghindari kemungkinan kudeta.Â