Gen Z, yang kini memasuki usia dewasa muda, menganut nilai-nilai progresif, sangat terhubung dengan teknologi, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap masyarakat sering kali digambarkan sebagai generasi yang lebih inklusif dan kelompok kritis dunia.
Namun kenyataan tidak selalu sesuai dengan ekspektasi masyarakat yang terakumulasi.Citra Gen Z yang distereotipkan dan diidealkan seringkali mengabaikan tantangan yang mereka hadapi dalam membangun citra diri yang berwibawa di tengah gempuran media sosial dan tekanan zaman.
 Ekspektasi dan Realitas :
Ekspektasi terhadap Gen Z sering kali berfokus pada penggambaran mereka sebagai generasi yang lebih cerdas, lebih sadar sosial, dan lebih mandiri dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka dianggap sebagai digital native yang dapat memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi dan menjalankan aktivitasnya secara efektif.Terlebih lagi, generasi ini dipandang sebagai agen perubahan yang mampu menempatkan isu-isu seperti keadilan sosial, lingkungan hidup, dan keberagaman sebagai pusat diskusi global.Media sosial, media utama bagi banyak Gen Z, memperkuat citra ini dengan menampilkan pencapaian mereka di berbagai bidang, mulai dari aktivisme hingga karier profesional.Namun kenyataannya banyak dari mereka yang masih berjuang untuk menemukan stabilitas dan arah dalam hidup mereka.Tantangan ekonomi, ketidakamanan pekerjaan, dan biaya hidup yang terus meningkat telah membuat banyak generasi Z berada dalam dilema apakah akan memenuhi harapan masyarakat atau mengejar impian pribadi mereka.Tak sedikit orang yang merasa tertekan untuk tampil sempurna dan "otoriter" di hadapan publik, padahal kenyataannya mereka masih berproses dan belajar sepanjang perjalanan hidup yang penuh ketidakpastian.
Tekanan Media Sosial dan Citra Diri :
Media sosial sering kali memperburuk kesenjangan antara ekspektasi dan kenyataan Gen Z. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube memberikan ruang bagi individu untuk menampilkan kehidupan mereka, termasuk pencapaian profesional, prestasi akademis, dan bahkan gaya hidup mereka yang tampak sempurna.Namun yang sering terlupakan adalah kehidupan yang dibagikan di media sosial hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan pengalaman seseorang. Kebanyakan anggota Gen Z yang aktif di media sosial merasa terjebak dalam rutinitas untuk move on sebaik mungkin, meski hal itu bertentangan dengan kenyataan yang saya alami.Hal ini meningkatkan tekanan untuk mempertahankan citra positif dan berwibawa, meskipun di balik layar banyak orang yang merasa cemas, bingung, atau bahkan bingung.Kehidupan nyata yang penuh ketidakpastian dan tantangan perekonomian seringkali bertentangan dengan gambaran ideal kesuksesan di dunia maya.
Pedoman diperlukan untuk menyesuaikan ekspektasi dengan kenyataan:
Penting untuk menyadari bahwa ekspektasi yang diberikan masyarakat terhadap Gen Z seringkali tidak realistis dan dapat menambah beban psikologis bagi mereka. Alih-alih mendorong mereka untuk "Sempurna" sesuai dengan standar sosial yang ada,kita harus lebih menghargai perjalanan individu mereka. Hal ini bisa dimulai dengan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, menerima bahwa setiap orang berhak untuk tumbuh dan berkembang dengan cara dan waktu yang berbeda.Â
Pendidikan dan kebijakan sosial juga perlu lebih mendukung kesiapan mental dan emosional genset. Dalam dunia yang penuh dengan perubahan cepat mereka membutuhkan keterampilan untuk mengatasi kegagalan, mengelola stres dan mengembangkan rasa percaya diri yang sejati, bukan berdasarkan penilaian orang lain di dunia maya.Â
Lantas apa lagi yang kamu tunggu GEN Z , jangan berfikir untuk sukses tapi berfikirlh untuk menjadi manusia yang bernilai!
Willia Dara RosandyÂ