WillemWandikOfficial -Â Perpecahan Presiden RI ke 7, Bapak Presiden Jokowi dengan partainya, bukanlah sebuah peristiwa yang mengejutkan, sebab, peristiwa ini merupakan implikasi dari "jalan ideologi politik" yang benar benar saling bertentangan, menjadi sumber "pergumulan batin" dan "paradoks" yang menghantui pribadi Presiden Jokowi selama 10 tahun, yang terus diposisikan sebagai "petugas" atas perintah "Tuan-Puan Besar" yang berkuasa di Partai..
Kami sangat bersyukur, sebagai orang asli Papua, anak komunal, anak adat dan gereja, yang berasal dari wilayah pegunungan terpencil, kami diterima sebagai bagian dari keluarga besar Partai Demokrat, dimana orang tua kami, Presiden RI ke 6, tidak memandang kami sebagai "alat politik mesin partai", melainkan memandang kami sebagai anak, keluarga, entitas terhormat, dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya membawa agenda Tanah Papua, untuk diperjuangkan dalam panggung politik nasional..
Sebagai orang asli papua, Kami menyebut Presiden RI ke 6 Bapak SBY sebagai Bapak Demokrasi Indonesia.. Orang Tua yang selalu bijaksana melihat anak anaknya di Tanah Papua, dan selalu bersikap asertif dan supportif memberikan kami peluang yang sebesar-besarnya untuk menjadikan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik untuk perjuangan Tanah Papua dalam kerangka rekonsiliasi, rehabilitasi, dan penguatan agenda Tanah Papua di level nasional..
Di Partai Demokrat, kami dapat menjadi diri sendiri, tidak diposisikan sebagai petugas partai, dan bahkan kami di dorong untuk menjadi kader yang loyal terhadap nilai nilai yang diperjuangkan oleh rakyat yang memberikan kami mandat politik..
Bekerja dengan tenang dan nyaman dalam melaksanakan tugas tugas bernegara, apalagi dalam melayani kepentingan rakyat, itu merupakan nilai dari kemerdekaan berpolitik yang tidak bisa ditukar dengan "jabatan kekuasaan", terlebih lagi dikendalikan sedemikian rupa layaknya petugas partai yang mengabdi pada kepentingan "pseudo kekuasaan elitis"..
Bapak SBY dan Ketum AHY, tidak pernah mengklaim diri mereka sebagai representasi "wong cilik", namun perbuatan politiknya justru mewakili orang-orang kecil di daerah.. Dengan kata lain, penyematan jargon/slogan politik yang memanfaatkan retorika membela orang kecil, namun berusaha menjadi pengendali tunggal/elitis yang mengontrol para kadernya, justru akan melahirkan hubungan "hipokrit" dalam partai, yang pada gilirannya, akan menjadikan kader kader hebat di daerah - akan fokus pada upaya mempertahankan kekuasaan politiknya dan memiliki kecenderungan menghianati perjuangan rakyat..Â
Ketika seorang tokoh politik yang berasal dari rahim rakyat, tidak lagi memposisikan diri sebagai "petugas rakyat" yang berdiri secara utuh memperjuangkan aspirasi rakyat yang mereka wakili, maka sejatinya pesta demokrasi lima tahunan, akan menjadi ajang untuk sekedar merayu dan membodohi rakyat pemilik kedaulatan, untuk memberikan mandat suaranya kepada mereka yang akan mengabdi pada kepentingan "orgasm" kekuasaan para elit semata..Â
Mengingat Tanah Papua memiliki sejarah perjuangan panjang, menyangkut upaya mempertahankan identitas politiknya dalam berbagai konflik yang tercatat dalam sejarah integrasi 1969, maka kehadiran partai Demokrat yang memberikan dukungan perjuangan ideologis, yang berlandaskan pada kesetaraan warga negara, pengakuan terhadap historis Tanah Papua, pemberian kesempatan yang sama, jaminan akan kebebasan mengekspresikan nilai-nilai Bangsa Papua dalam perjuangan politik kepartaian, menjunjung tinggi rasionalitas, proporsionalitas dan keadilan.. Sudah sepantasnya, pada pemilu 2024, rakyat di Tanah Papua mengkonsolidasikan dukungannya terhadap partai demokrat yang memiliki rekam jejak nyata melayani dan merawat Tanah Papua melalui peran nyata para kader Partai Demokrat selama ini..Â
Konflik batin yang dialami oleh Presiden Jokowi saat ini, juga dapat kami rasakan dalam simpati yang sama sebagai sesama kader Partai.. Dan harus menjadi pelajaran penting bagi para penguasa di Partai, bahwa boleh jadi para elit bisa mengontrol hubungan formal dengan para kadernya, namun, mereka tidak akan bisa mengontrol loyalitas hati, pikiran, believe system, dari para kader yang sejatinya lahir dari "politic of hope" rakyat yang mewakili para tokoh hebat ini, dibanyak daerah di Indonesia..
Wa Wa Wa