Mohon tunggu...
Willem Wandik. S.Sos
Willem Wandik. S.Sos Mohon Tunggu... Duta Besar - ANGGOTA PARLEMEN RI SEJAK 2014, DAN TERPILIH KEMBALI UNTUK PERIODE 2019-2024, MEWAKILI DAPIL PAPUA.

1969 Adalah Momentum Bersejarah Penyatuan Bangsa Papua Ke Pangkuan Republik, Kami Hadir Untuk Memastikan Negara Hadir Bagi Seluruh Rakyat di Tanah Papua.. Satu Nyawa Itu Berharga di Tanah Papua..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Injil Memberkati Tanah Papua di Usia ke 168 Tahun || Tanah Papua Masih Berdarah

5 Februari 2023   12:52 Diperbarui: 5 Februari 2023   23:30 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi Willem Wandik

Willem Wandik S.Sos (Ketum DPP GAMKI) - Hut Injil masuk Tanah Papua yang diperangati di Tanah Papua berdasarkan SK Gubernur Nomor 140/2008, tidak hanya menjadi acara seremonial belaka, merayakan masuknya injil sebatas rutinitas simbolis "ibadah ritual, acara makan bersama, aktivitas kumpul bersama, perayaan di instansi pemerintah, rumah ibadah, dan lingkungan masyarakat", tetapi jauh lebih dari itu, peringatan masuknya injil ke Tanah Papua yang telah memasuki usia ke-168 tahun harus dimaknai berdasarkan firman Tuhan dalam Alkitab: 

"Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu" Yohanes 14:27

https://youtu.be/TBGgBJd_Am0

Orang-orang kristen, yang mengikuti ajaran Tuhan Yesus sangat mengenal isi firman Tuhan ini, melalui "penyaliban - Yesus sacrifice", Tuhan telah memberikan orang-orang Papua penebusan akan kehidupan yang damai dan sejahtera. Dalam Al-Kitab, "frasa damai sejahtera itu" bukan keadaan kondisional, yang mensyaratkan alasan keterikatan "bendawi/duniawi", seperti harus makan untuk dapat merasakan kenyang, harus minum untuk meredakan rasa dahaga, harus tidur untuk meredakan rasa ngantuk, dan lain sebagainya.

Namun, "frasa damai sejahtera" yang dijaminkan oleh Al-Kitab itu memberikan "kepastian asali, hakiki, kebenaran tanpa membutuhkan prasyarat, sebab "frasa damai sejahtera" itu adalah pemberian Tuhan yang kekal, tidak dapat dinilai dengan nilai kebendaan, apalagi harus disandingkan dengan alasan "duniawi" yang dangkal seperti: Jalan Jalan sudah dibangun, kota kota kabupaten/provinsi sudah ramai, mal-mal megah sudah berdiri, dana otsus sudah diberikan.. 

Namun dibalik "keterikatan duniawi" tersebut, masih banyak keluarga di Tanah Papua yang hidup dalam ketakutan setiap harinya, tidak aman ketika pergi berkebun, merayakan natal tiap tahun dalam keadaan ketakutan, para gembala/pendeta/pelayan keagamaan harus meregang nyawa karena peristiwa salah tembak - yang berasal dari sikap paranoid aparatur keamanan yang terlampau curiga "refleksi status operasi militer". 

Dalam bahasa yang sederhana dan simpel, jangan engkau berikan "makanan yang lezat dan mewah", namun dalam waktu yang bersamaan, engkau justru merampas hak hidup orang orang yang engkau beri makan. 

Tidak berguna hadirnya "harta kebendaan", jika setiap nyawa di atas Tanah Papua, masih mudah untuk dihilangkan, darah begitu murah untuk ditumpahkan. Eksistensi OAP - rakyat Papua itu bukanlah hewan yang dapat dibunuh dengan sesuka hati, lalu hukum negara tidak berlaku kepadanya.

Bagaimana jika kehendak datangnya "kekacauan dan pertumpahan darah itu" berasal dari luar kehendak orang Papua sendiri, seperti "ramainya" kepentingan bisnis para konglomerasi - kekuasaan (pengusaha, politisi, pejabat nasional), di hutan hutan dan gunung-gunung di Tanah Papua, merampas setiap jengkal sudut lahan dengan ijin ijin konsesi pertambangan dan perkebunan, dengan menggunakan pengawalan jasa keamanan "oknum" angkatan bersenjata resmi sebuah negara. 

Yang bahkan parahnya lagi, Gunung-Gunung/Lembah-Lembah/Hutan-Hutan yang menjadi "rumah kehidupan masyarakat adat Papua" digali, diperas, di eksploitasi, hanya untuk dijadikan "wadah disposal = tempat pembuangan" semua dampak negatif dari aktivitas investasi pertambangan dan perkebunan (kerusakan lingkungan, konflik berdarah, perampasan lahan, penembakan, intimidasi, kesenjangan sosial), sedangkan daerah lain justru menikmati keuntungan pengiriman material mentah dari lubang-lubang galian/hutan hutan yang dijarah yang berasal dari Tanah Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun