Mohon tunggu...
Willem Wandik. S.Sos
Willem Wandik. S.Sos Mohon Tunggu... Duta Besar - ANGGOTA PARLEMEN RI SEJAK 2014, DAN TERPILIH KEMBALI UNTUK PERIODE 2019-2024, MEWAKILI DAPIL PAPUA.

1969 Adalah Momentum Bersejarah Penyatuan Bangsa Papua Ke Pangkuan Republik, Kami Hadir Untuk Memastikan Negara Hadir Bagi Seluruh Rakyat di Tanah Papua.. Satu Nyawa Itu Berharga di Tanah Papua..

Selanjutnya

Tutup

Money

Covid-19: Prihatin! Indonesia Negara Gagal

22 Mei 2020   16:36 Diperbarui: 22 Mei 2020   16:32 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Willem Wandik S.Sos (Anggota Parlemen RI Asal Tanah Papua)

Petugas medis telah mengibarkan "white flag", sekalipun berbentuk umpatan kekecewaan yang di ekspresikan kedalam bentuk pesan digital "Indonesia Terserah", namun hal ini menjadi gejala psikologi bahwa tenaga kesehatan yang berperan pada aspek kuratif telah menunjukkan titik jenuh, dimana mereka selama berbulan bulan lamanya, tidak dapat kembali berkumpul dengan keluarga, karena menjadi bagian dari kelompok berisiko tinggi, yang setiap hari kontak dengan kasus positif, termasuk tidak pernah berfikir untuk melakukan mudik apalagi lebaran bersama keluarga.

Jumlah kasus di Indonesia saat ini telah tembus di angka 20.162 kasus, ini bukanlah sekedar angka statistik orang sakit saja, melainkan jumlah dari "mistake"/kesalahan kita semua, yang tidak menyadari perilaku yang mempermudah penularan.. 

Protokol himbauan untuk tetap berada dirumah "stay at home" atau memilih untuk beraktivitas di luar ruangan dengan tidak berkerumun, menjaga jarak aman dalam kontak sosial, merupakan petunjuk sederhana berbentuk "modifikasi perilaku", yang harus dijalankan secara "sadar", dan "disiplin"..

Inilah keadaaan yang kita sebut "new normal life"..  Berkerumun dan berdesak-desakan diberbagai tempat yang tampak di perlihatkan dalam perilaku masyarakat, maupun ketidaktegasan aparat pelaksana dilapangan untuk bertindak menegakkan "protokol pencegahan covid" melalui modifikasi perilaku, merupakan kegagalan dalam membentuk perilaku di "new normal life"..

Tanpa disiplin menerapkan perilaku baru, maka trend Covid-19 akan terus bermunculan, dan Indonesia tidak akan pernah menemukan "peak/puncak" dari Pandemi Covid.. Dan apa yang dicanangkan oleh Presiden, dengan nada optimisme, bahwa menjelang Juli, Indonesia akan mengalami penurunan Pandemi Covid, terasa jauh dari harapan dan bertentangan dengan "fakta perilaku" sosial masyarakat yang cenderung tidak perduli dengan "keharusan" untuk beradaptasi dengan "new normal life".. 

Menyikapi sulitnya merubah perilaku masyarakat, sebagian netizen justru berpendapat bahwa Indonesia justru memiliki dua jenis "penyakit pandemi" sebagai kalimat sarkastik, yaitu Pandemi Covid 19 dan Pandemi "Stupidity" (kebodohan).. 

Sepertinya, narasi "stupidity" ini tidak hanya menjadi masalah yang menjangkiti masyarakat (tidak patuh pada protokol menjaga jarak dan tidak berkumpul), tetapi juga menjalar menjadi penyakit "akut" yang menulari para petinggi negara.. 

Kebijakan yang berubah ubah, tidak konsisten, membuat aparatur pelaksana di tingkat bawah dan daerah, kebingungan menerapkan kebijakan mana yang akan diterapkan.. Sebab menghadapi Masyarakat dengan berbagai latar belakang pendidikan/sosial budaya, akan sangat sulit menerapkan kepatuhan perilaku jika sumber kebijakan yang dibuat oleh para petinggi negara tidak konsisten.. 

Sepertinya, negara saat ini, sedang menerapkan "trial and error" kebijakan, testing on water, dan berharap pada ilusi "bahwa virus akan berdamai dengan manusia", yang pada kenyatannya, virus tidak mengenal manusia sebagai kawan, melainkan sebagai "induk inang" tempat para virus bereplikasi dan berkembang.. Dengan kata lain, virus akan tetap ada disepanjang manusia hidup.. 

So, paradigma apa lagi yang bisa di edukasi, untuk menyadarkan bahwa Negara harus tegas menerapkan aturannya sendiri dengan poin poin kebijakan yang jelas dan konsisten, termasuk konsisten untuk tidak menerapkan kebijakan yang menguras habis kantong dan tabungan masyarakat ditengah-tengah banyak orang tidak lagi dapat bekerja dengan normal.. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun