Oleh: Willem Wandik S.Sos
KETUM DPP GAMKI
Dalam narasi pembuka diskusi virtual yang digagas oleh DPP Gamki, dengan tema "Dilema Penundaan Pilkada Serentak 2020 Ditengah Pandemi", kami menchallenge gagasan "demokrasi" versus "democrazy" ditengah tengah pandemi Global Covid 19 yang menghantui dunia saat ini..
Diksi democrazy menjadi pilihan kata yang menggelitik akal sehat dan nurani kita semua, sebab hampir semua negara adi daya saat ini, tidak terkecuali amerika, inggris, jerman, perancis, italia, Jepang, bahkan China sekalipun, babak belur menghadapi pandemi Covid yang menyerang negara dan seluruh sendi sendi ekonomi negaranya.
Menghadapi virus berukuran 500 mikrometer ini, tampak tidak berguna kekuatan mega industri dan pertahanan nuklir tercanggih sekalipun.. Surplus perdagangan China yang berlangsung lebih dari satu dekade, memberikan China kekuatan finansial yang tidak terbatas, namun tidak mampu menghentikan serangan makhluk tak kasat mata ini..
Position politic dunia pasca serangan Covid di seluruh dunia, dipastikan akan berubah, bahkan dunia menjadi ragu apakah Amerika Serikat akan tetap menjadi negara super power, bukan hanya menyangkut kehebatan militer amerika, tetapi juga menyangkut kegagalan amerika menunjukkan kepada dunia, bahwa negaranya pantas menjadi "policy dunia", dengan kondisi paradoks amerika menjadi negara dengan kasus Covid terbanyak diseluruh dunia.. Bagaimana dengan pembacaan di dalam negeri Indonesia sendiri?
Narasi pilkada maupun membicarakan suksesi pilkada di Tahun 2020, merupakan salah satu pertanda, elit politik Indonesia gagal paham dengan situasi dunia dan dampaknya terhadap eksistensi Indonesia..
Ingat dampak covid mempengaruhi peta politik dunia, bukan hanya Indonesia.. Apakah hal ini masuk dalam materi diskusi yang mewacanakan tahun pilkada 2020?
Mari kita sederhanakan pembahasannya, Indonesia memiliki beban belanja dan pembiayaan yang tertuang dalam politik anggaran APBN, yang ditetapkan setiap tahun oleh Presiden dan DPR.. instrumen belanja dan pembiayaan Pemerintah Indonesia ini, bergantung terhadap kondisi perekonomian nasional, sederhananya 90% pendapatan keuangan negara berasal dari sektor Taxing (pajak)..
Neraca keuangan yang ditetapkan dalam APBN berasal dari referensi Makro Ekonomi Indonesia, diantaranya Asumsi Pertumbuhan Ekonomi, proyeksi penerimaan pajak, kegiatan ekspor dan impor, lifting minyak dan gas bumi, kegiatan investasi, dan konsumsi masyarakat..
Mari kita cek secara cepat semua instrumen makro ekonomi di atas, apakah sedang baik baik saja memasuki Trimester kedua di Tahun 2020??.. Banyak negara bahkan mengalami negatif pertumbuhan, sayangnya update situasi ekonomi indonesia secara statistik hingga saat ini masih tidak ungkap secara jujur ke publik..