Wakil Bangsa Papua -- selama ini rakyat di seluruh Indonesia, pastinya pernah mendengar, istilah neraca perdagangan, baik melalui berita di media TV nasional "disiarkan dalam tajuk berita ekonomi", maupun membaca langsung dalam berbagai berita online, menyangkut tema "neraca perdagangan" Indonesia.
Mengapa neraca perdagangan begitu penting bagi Indonesia, sebab, kegiatan ini akan menentukan sehat tidaknya kemampuan negara dalam skala makro untuk membiayai segala kegiatan ekonomi, termasuk berdampak pada kemampuan sektor ekonomi di dalam negeri untuk membayar kewajiban utang (baik pemerintah maupun swasta) yang sedang jatuh tempo (dalam mata uang asing, lazimnya mata uang USD).
Ditengah-tengah, masalah defisit neraca perdagangan yang sering menghantui ekonomi Indonesia, terutama ikut memperburuk neraca transaksi berjalan Indonesia yang tercatat pada bulan Maret 2019 mencapai negatif (-) 6.966 Juta USD atau setara 97,52 Triliun (reference kurs 14.000 IDR/USD), ternyata agregat kegiatan ekonomi yang disumbang oleh Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) dari sektor non-migas yang tercatat pada akhir Tahun 2018 mencapai 50,2 Triliun.
Keadaan yang saat ini terjadi di Tanah Papua, bahwa kondisi inflasi harga yang ikut memperlemah kegiatan ekonomi di Tanah Papua, disebabkan oleh kesenjangan harga yang sangat besar dibandingkan Pulau Jawa.
Sebagai bagian dari representasi parlemen RI dari dapil Papua, kami sepatutnya bangga dengan kontribusi perdagangan (non-migas) yang bisa diberikan oleh Tanah Papua. Namun, kami juga menginginkan kontribusi nyata Pemerintah, untuk memperkuat ekonomi di Tanah Papua, salah satunya dengan penerapan kebijakan perdagangan yang berpihak pada terciptanya "keadilan harga barang kebutuhan pokok" yang menjadi simpul utama kegiatan ekonomi masyarakat di Tanah Papua.
Selama ini, tanpa berkeluh kesah, masyarakat di Tanah Papua hanya memanfaatkan fasilitas impor sebesar 5,4 Triliun pertahunnya. Bandingkan daerah sekecil DKI Jakarta saja, memanfaatkan fasilitas impor mencapai 1.154,04 Triliun pertahunnya (mencapai seribu triliun lebih).
Tentunya, kegiatan importasi barang yang masuk ke DKI Jakarta juga ikut menciptakan pasar dan keuntungan bagi pengusaha-pengusaha besar di dalam negeri. Namun, alangkah baiknya, kegiatan perdagangan dengan nilai yang sebanding juga ikut berkontribusi terhadap tujuan jangka panjang yaitu menciptakan "keadilan harga" di Tanah Papua.
Pada kenyataannya, daerah seperti DKI Jakarta banyak membakar Dolar untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, sedangkan Tanah Papua terus dibiarkan mengalami deviasi harga yang begitu timpang (inflasi harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan standar harga di Pulau Jawa).
Mari buka hati dan pikiran kita semua, untuk menciptakan Indonesia yang adil untuk semua kawasan. Rakyat di Tanah Papua, dengan kontribusi sumber daya alamnya, telah lama menyumbang dolar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H