Mohon tunggu...
Willem Martinus
Willem Martinus Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenegarawanan Ahok

9 November 2016   17:15 Diperbarui: 9 November 2016   17:23 1961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang ada di benak kita ketika mempunyai keinginan untuk mau jadi calon gubernur atau kepala daerah di suatu wilayah? Tentunya mencari sponsor dan dukungan dana dari pihak manapun. Tapi bagi seorang Ahok malah melakukan sebaliknya. Pasangan nomor urut 2 ini melakukan langkah yang diluar dugaan. Baru-baru ini Ahok mengungkapkan dia menolak bantuan dana 30 M dari seseorang untuk membantunya dalam berkampanye. Penolakan itu disampaikan Ahok ketika menghadiri acara fundraising yang dilakukan oleh Teman Ahok beberapa waktu lalu.

Dalam acara fundraising tersebut, ada seseorang datang dan menawarkan bantuan sebagai penyumbang dana dengan jumlah yang fantastis namun ditolak oleh Ahok dengan alasan yang sangat brilian dan menunjukkan sebuah keteladanan. Ahok ingin memberikan contoh kepada masyarakat bahwa sudah saatnya pemimpin yang dibayar oleh rakyatnya bukan pemimpin yang membayar rakyat untuk memilihnya. Ahok ingin meningkatkan partisipasi publik dalam pilkada dan kesadaran berpolitik. Bahkan untuk menggalang dana kampanye yang bersih, Ahok rela menjadi model baju yang dibuat oleh relawannya.

Selain itu, Ahok menunjukkan integritas, ketaatan dan tranparansi dana dalam aturan pilkada yang telah ditetapkan oleh KPU, bahwa sumbangan dalam pemilu untuk perorangan hanya bisa diberikan dengan angka maksimal Rp 75.000.000 dan untuk lembaga yang berbadan hukum Rp 750.000.000. Ahok sadar bahwa hal tersebut merupakan sebuah virtue dan contoh sederhana dalam menolak praktik-praktik korupsi dan transaksi uang untuk kepentingan tertentu. Dia juga tidak menginginkan ketika terpilih menjadi gubernur, kinerjanya terbelenggu oleh kepentingan-kepentingan sekelompok orang yang minta balas budi karena membantunya dalam Pilkada. Ahok menempatkan kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadi dan golongan.

Ahok juga mengajarkan kehati-hatian dalam berpolitik dan bernegara. Mengikuti jejak Obama yang melakukan gerakan massa dan partisipasi publik untuk mendukungnya pada Pilpres 2008 di AS. Ketika cara-cara seperti ini berhasil, Ahok berharap kelak akan muncul Ahok- Ahok lain yang jujur dan bisa ikut pilkada pada tahun 2018 walaupun tidak punya duit dan membawa kebaruan dalam berpolitik di negara ini yang sangat riskan terhadap kasus korupsi.

Dari Ahok kita belajar, bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik tidak harus menyuap pejabat, minta bantuan kepada investor dan menggiring opini publik untuk menjatuhkan lawan agar rakyat memilihnya. Cara-cara kotor seperti itu tidak dibenarkan dalam konstitusi dan jauh dari sikap kenegarawanan.

Sebagai etnis minoritas, Ahok memiliki kepedulian terhadap rakyat dan warga Jakarta khususnya untuk menjadikan Jakarta sebagai kota terbaik dalam pembangunan manusia, transparan dan bersih dari korupsi. Melakukan Kinerja nyata serta memberikan solusi konkret terhadap permasalahan Ibukota yang begitu kompleks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun