Mohon tunggu...
Wiliams Flavian Pita Roja
Wiliams Flavian Pita Roja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bachelor of Philosophy

Sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Aborsi: Pembunuhan dan Penghinaan Terhadap Martabat Manusia

15 Februari 2024   13:40 Diperbarui: 15 Februari 2024   13:44 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Refleksi Ilmiah Berkaitan dengan Keyakinan Personal Mengenai Aborsi dan Persetubuhan Pra-nikah dari Perspektif Etika Profesi.

Aborsi dan persetubuhan pra-nikah adalah dua tindakan yang memiliki hubungan yang berkesinambungan. Umumnya aborsi terjadi atau hendak dilakukan karena akibat dari persetubuhan pra-nikah. Persetubuhan oleh pasangan yang belum diikat oleh status suami istri yang sah, atau hanya didasari atas nafsu semata mengakibatkan penolakan terhadap hadirnya janin hasil persetubuhan tersebut. 

Maka proses aborsi kerap menjadi pilihan bagi pasangan seperti itu, guna mencegah janin itu tumbuh dan lahir. Alasan lain biasanya karena tekanan batin akibat dari perkosaan atau juga tekanan ekonomi, dengan dalih tidak akan mampu membesarkan janin tersebut.

Tindakan persetubuhan pra-nikah dan kemudian berujung pada pencegahan lahirnya buah hati dengan tindakan aborsi, atau alasan-alasan lainnya seperti yang sudah disebutkan tadi, tidak bisa menjadi dalih untuk mengakhiri hidup dari janin. Setiap orang wajib untuk memelihara kehidupan dan tidak berhak untuk mengakhiri atau mencegah kehidupan itu untuk terus berlanjut. 

Keyakinan personal saya searah dengan iman kekatolikan saya bahwa penghormatan dan pemeliharaan terhadap kehidupan manusia adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Hal tersebut sudah mutlak dan seharusnya tertanam dalam sanubari setiap manusia.

Sejak saat pembuahan hidup setiap manusia harus dihormati, karena di atas bumi manusia satu-satunya ciptaan, yang dikehendaki Allah “demi dirinya sendiri” dan jiwa rohani setiap manusia “diciptakan langsung” oleh Allah; manusia membawa dalam dirinya gambaran Pencipta. Hidup manusia harus dipandang sebagai perkara suci, karena sejak awal mula “menuntut tindakan Pencipta” dan selalu tetap berada dalam hubungan khusus dengan Pencipta, tujuan satu-satunya (Congregatio pro Doctrina Fidei, 2006: 11).

Aborsi secara langsung tidak ada bedanya dengan pembunuhan. Maka jelas bahwa hal tersebut adalah dosa berat. Selain tidak menghormati kehidupan dan merupakan kedurhakaan terhadap sang Pencipta, tindakan aborsi amat membahayakan bagi si ibu, misalnya keguguran pada masa mendatang, hamil di saluran telur, kelahiran bayi yang terlalu dini atau prematur, gangguan emosional yang berat bahkan bisa depresi akibat dari rasa bersalah karena mendapat teguran dari hati nuraninya sendiri (Daniel Boli Kotan dan P. Leo Sugiyono, 2017: 268).

Maka prinsip saya adalah martabat manusia harus dijunjung tinggi, karena janin yang baru saja dibuahi dan manusia yang hidup di dunia, sama-sama memiliki martabat yang luhur. Memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan dan harus dihormati. Mengingat si janin harus hidup dengan asupan gizi, perhatian dan cinta dari sang ibu, maka yang pertama-tama harus bertanggung jawab adalah sang ibu sendiri beserta ayahnya. 

Maka hubungan yang baik antara ayah dan ibu amatlah penting demi keselamatan si bayi. Tetapi lain halnya dengan yang belum menikah namun sudah hamil. Persoalan akan semakin rumit dan berisiko tinggi pada keputusan untuk mengakhiri hidup si janin karena tekanan-tekanan seperti yang sudah disebutkan di atas.

Memang harus diakui bahwa keyakinan personal ini akan terkesan penuh dengan idealisme apabila tidak melangkah lebih jauh, terutama memahami permasalahan moral yang dialami oleh para tenaga kesehatan yang jamak dimintai menjadi “eksekutor” dalam praktik aborsi. Sudah pasti bahwa bagi para tenaga kesehatan yang memahami dengan baik profesinya, akan merasa situasi ini memberikan efek yang amat dilematik (Hadiwardoroyo, 2013: 27). Terutama saat menghadapi pasangan yang mengalami permasalahan serius dan berusaha membujuk para tenaga kesehatan dengan berbagai alasan yang amat meyakinkan.

Di saat situasi yang demikian, seorang tenaga kesehatan seharusnya tetap berpegang teguh pada sumpah mereka. Prinsip dasar bahwa martabat manusia adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi dan kehidupan manusia adalah sesuatu rahmat yang harus dihormati dan dilindungi sejak pembuahannya harus benar-benar ditaati. Maka tenaga kesehatan harus menolak dengan tegas serta menyadari tugas dasarnya sebagai pembela kehidupan bukan sebaliknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun