Perhatikan bahwa beberapa tahun terakhir Indonesia  kewalahan menghadapi konflik-konflik yang penyebabnya adalah tidak bijaknya individu dalam memanfaatkan teknologi digital yang berkembang pesat. Misalnya kasus penistaan agama yang didakwa terhadap mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau yang biasa disapa Ahok. Ahok divonis penjara selama 2 tahun karena terbukti melakukan penistaan terhadap agama Islam dengan menyebut surat Al-Maidah dalam sambutannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 9 Mei 2017. Masalah bermula dari video yang diedit dan disebarkan sehingga menghasilkan satu video yang dinilai menodai agama Islam.[20]
Â
Berita bohong (hoax) juga  hampir sering menjadi sumber-sumber konflik di tengah masyarakat. Misalnya yang terjadi pada tahun 2019 dalam suasana pemilihan presiden dan wakil presiden. Penyebabnya masih sama, individu yang tidak mampu membaca perkembangan teknologi digital secara baik dan positif.[21] Salah satu alasan orang mudah percaya kepada berita bohong pernah diungkapkan oleh Tom Nichols dalam buku Matinya Kepakaran (2018). Menurutnya, dewasa ini ada kecenderungan masyarakat dunia mengandalkan media untuk menambah pengetahuan, untuk membuat hal-hal rumit dapat dimengerti dalam waktu relatif singkat. Ini disebabkan karena mereka tidak memiliki banyak waktu dan tenaga untuk mengikuti perkembangan dunia yang sibuk ini. Media pun dituntut untuk mampu menghadapi tantangan baru pada Zaman Informasi. Bukan hanya waktu siar dan halaman yang hampir tak terbatas; konsumen pun berhadap semua ruang itu diisi dengan cepat dan diperbaharui terus-menerus.[22] Di sisi lain, jangan sampai kenyataan negatif dari teknologi dalam tatanan sosial menutup mata kita. Hadirnya teknologi digital yang semakin canggih juga memberi sumbangan yang patut diperhitungkan dalam pembentukan tatanan sosial.
Â
 Contoh yang paling aktual ialah apa yang terjadi di tengah pandemi covid-19 ini. Teknologi semakin digalakkan untuk melancarkan komunikasi dan interaksi entah kepentingan pribadi maupun kelompok. Misalnya sebelum pandemi ini terjadi, banyak yang acuh dengan manfaat dari teknologi live streaming atau video conference. Namun saat pandemi melumpuhkan aktivitas masyarakat, hampir semua lini kehidupan masyarakat membutuhkan layanan tersebut.Â
Sekolah, perusahaan, lembaga pemerintah bahkan aktivitas keagamaan memanfaatkan layanan ini. Tapi ada kenyataan yang menarik di balik fakta tersebut, yakni timbulnya kesadaran akan pentingnya komunikasi yang membutuhkan interaksi tatap muka meskipun secara virtual. Misalnya, dosen memastikan untuk melakukan penjelasan secara streaming sambil melihat langsung wajah mahasiswanya di layar komputer. Meskipun tetap terasa kurang lengkap karena tidak ada perjumpaan secara langsung, namun teknologi ini telah meminimalisir hambatan dalam mendidik para mahasiswa tersebut. Di sini dapat dilihat sumbangsih berarti dari teknologi dalam membantu memberdayakan kapasitas manusiawi individu-individu tersebut
Pandemi covid-19 juga telah menyumbang kesan mendalam tentang radius kepercayaan terhadap para pakar, bukan saja di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Respons masyarakat dunia terhadap pandemi ini telah menggambarkan seberapa jauh peradaban dunia bergerak. Alasannya, berkat pandemi ini masyarakat dunia yang adalah masyarakat informasi dengan kerentanan akan disrupsi teknologis, telah memperlihatkan suatu pandangan yang sama tentang beberapa cara menangani pandemi.Â
Misalnya, menggunakan masker, mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer, dan menjaga jarak. Sekurang-kurangnya fakta tersebut menjadi alasan untuk mengklaim bahwa teknologi informasi masih menyumbang pengaruh yang baik bagi tatanan sosial. Informasi di media masa tentang penanganan pandemi masih bisa dipertahankan kebenarannya walau kepatuhan untuk mengikuti anjuran tersebut masih kurang.
Â
3.2 Â Â Â MENDESAKNYA REKONSTRUKSI TATANAN SOSIAL
      Rekonstruksi tatanan sosial sangat diperlukan di Indonesia. Revolusi Industri 4.0 telah membuka mata kita, bahwa teknologi melaju begitu pesat. Karenanya apabila tidak disikapi dengan merekonstruksi tatanan sosial, maka yang terjadi adalah perubahan yang destruktif seperti contoh kasus yang ditampilkan di atas. Maka selain mengusahakan kesadaran masyarakat akan kapasitas manusiawi mereka, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keluarga sebagai lembaga primer yang mendidik dan membentuk individu, menekan tingkat kejahatan, dan akhirnya meningkatkan radius kepercayaan.