“Breeem, breeem, breeeeem, Tin, tin, tin, tinnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn.”
Suara klason, ditekan kencang dengan rasa panik yang meriap jadi ketakutan. Saat kecepatan rem tak sesuai dengan laju motor yang kini menghantam pengguna jalan. Darah merabuni mata untuk kemudian gelap, tak sadarkan diri lagi, mungkin pingsan, mungkin.......
Bermodalkan SIM hasil tembakan, yang dipelorkan pada mata yang lapar akan berlembar-lembar uang gobanan, Doel 15 tahun sudah bisa ngebut-ngebutan di jalan. Berlagak sok jagoan, padahal dia masih anak ingusan.
Doel, hanya salah satu nama, diantara banyak lagi nama –nama lain, yang dibiarkan berkeliaran dijalan, karena orang tua disibukan zaman untuk mencari uang , agar anaknya bisa hidup aman, tentram dan nyaman.
Ugal-ugalan, kebut-kebutan, mabuk-mabukan, lalu dhuarrr, terjadilah kecelakaan . Menjadi korban dan sekaligus menjadi sosok dewa kematian bagi pengemudi lain di jalan.
Siapa yang disalahkan ?
Petugas lapangan yang dengan mudahnya menukarkan SIM dengan segepok uang gobanan?
Polisi yang meloloskan begitu saja pengendara muda dengan atau tanpa SIM hasil tembakan ?
Orang tua yang mengijinkan anak mereka keluyuran dan membiarkan mereka tanpa pengawasan ?
Anak anak ingusan, yang baru coba coba jadi jagoan, yang pada akhirnya malah mengorbankan masa depan, dirinya dan sesama pengguna jalan ?
Ah ini hanya sekeping potret buram, tentang minimnya pengetahuan tentang rasa kemanusiaan.