Mohon tunggu...
Wild flower
Wild flower Mohon Tunggu... -

Tukang baca yang sedang berusaha merangkai kata.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menulis Membutuhkan Keberanian

11 Juli 2016   16:34 Diperbarui: 11 Juli 2016   16:38 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: fb.ru

Siapa bilang menulis itu sukar ?

Menurut saya, menulis itu sangat mudah. Tinggal duduk, lalu tulis saja apa yang saya suka. Selesai.

Tapi selesai saja, tentu tak cukup bukan ? 

Karena tujuan dari penulisan pastinya  tak hanya sebatas mengeluarkan seluruh isi perut.  Dibalik sebuah tulisan, ada  yang namanya tujuan. Itu pasti. Tujuan akhir dari setiap penulis, bisa jadi berbeda-beda. Ada yang ingin berbagi ilmu, berbagi cerita, berbagi kebahagiaan, berbagi kesedihan, sekedar menuangkan hobby, menuangkan ide yang tiba tiba muncul, berbagi pandangan dan opini,  menantang diri demi sebuah prestasi, menjadikan lahan pencari nafkah, menjadi ajang pertunjukan bakat, mencari teman , sekedar menghabiskan waktu luang,  ajang perdebatan , ajang membela golongan atau partai tertentu, dan masih banyak lagi tujuan dibalik sebuah "Artikel".

Bagi saya pribadi, menulis sering menjadi sarana saya untuk "ngedumel", "nyindir" atau "satire" terhadap apa yang saya jumpai, baik dari pengalaman pribadi, ataupun terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk  yang masih harus saya perangi setiap hari. Ambil contoh : tentang Si Pemalas, itu adalah satire pribadi saya tentang "saya" , yang meski tak bisa dibanggakan, namun harus dikatakan dengan jujur , itulah kondisi yang harus saya hadapi, saya lawan setiap hari. Juga tentang puisi dalam tidurmu, lagi lagi itu kenyinyiran saya , untuk diri saya pribadi.  

Kadang saya juga menulis hanya untuk sekedar bermain-main dengan rima, tanpa tujuan yang jelas. Mengisi waktu, Menantang diri dan uji nyali. Itulah mengapa pada akhirnya saya berkesimpulan, bahwa menulis itu butuh keberanian.

Tantangan pertama pada keberanian "TIDAK PEDE".

Bagi penulis yang terkenal,  penulis yang senior, dan profesional, Kendala  "Tidak Pede" bukanlah suatu hal untuk ditakuti. Sedang bagi penulis , yang baru mencoba dan belajar menulis, ini sungguh suatu uji nyali, yang harus diarungi, agar tulisan tidak hanya muncul sebatas draft, tapi diklik pada tombol publish. 

Tidak pede , sering membuat saya terpaku hanya pada kata, bagaimana kalau :

Bagaimana kalau tulisan saya jelek. Bagaimana kalau tulisan saya tidak mutu. Bagaimana kalau tulisan saya terlalu banyak salah eja dan tidak paham EYD. Bagaimana kalau tulisan saya nanti ditertawakan. Bagaimana kalau tulisan saya , tidak ada yang baca. Bagaimana kalau tulisan saya ditertawakan. Dan mungkin masih banyak,  bagaimana kalau lain  yang berkecamuk dihati .

Untuk melewati tantangan ini, akhirnya saya menerapkan satu kata, hadapi saja. Toh mereka tak kenal siapa kamu, hahahahhahahaha. Itu bagi penulis anonim macam saya. Lalu bagaimana bila penulis lebih berani , muncul tanpa keanoniman, namun tetap tak PEDE, paling banter saran saya, ya pakai prinsip Pak Ahok, pura pura gila dan pura pura bego saja. Echo dengan suara tawa hue, hue, hue....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun