Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sehari Menjadi Penambang

8 Juni 2010   01:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:41 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_157108" align="alignright" width="225" caption="Keluar dari mulut lubang (dok.pribadi)"][/caption] Salahsatu kegiatan kepecintaalaman yang belum saya lakukan adalah caving atau susur gua. Susur sungai sudah, susur pantai juga sudah, naik gunung apalagi, manjat tebing ah.. Sudah merasakan bagaimana jatuh dari ketinggian. Yah.. Hanya caving saja yang belum saya lakukan. Jika hanya memasuki gua jepang atau gua pawon, saya sudah lakukan berkali-kali, tetapi jika memasuki gua sempit seperti halnya gua nyai di Tasikmalaya, atau gua di sukabumi, saya belum. Saya belum caving ternyata membayangi pengalaman sehari menjadi penambang. Saya benar-benar sedikit trauma memasuki lubang penggalian para penambang. Memasuki celah kecil yang dibuat tenaga ahli tambang tradisional dengan konstruksi bambu disisi kiri, kanan dan atas membuat adrenalin saya berpacu kencang. Sambil mendengarkan penjelasan seseorang yang memandu saya memasuki lubang, saya berada diantara cemas dan berusaha meyakinkan diri sendiri. Memasuki lubang sempit berukuran 80x100x100 dengan perlengkapan headlamp, topi, celana jeans dan sepatu karet anti air. [caption id="attachment_157116" align="alignleft" width="225" caption="Pening karena tipisnya Oksigen (dok.pribadi)"][/caption] Dilengkapi dengan palu, serta kamera yang ditenteng di dalam tas membuat saya percaya diri memasuki lubang tersebut. Memperhatikan penjelasan dengan sesekali mengambil batuan dari dalam perut bumi tersebut. Batuan yang berkilap dan tampak tidak saya percayai bahwa dalam batu tersebut terdapat sebuah nilai harga yang bisa mengubah nasib seseorang. Nilai harga yang sebanding dengan resiko, begitu berharganya sebuah simbol kekayaan ini dalam sebongkah batu yang ternyata memerlukan banyak proses sebelum menjadi lebih berharga. Di dalam lubang itu, rasanya sangat pengap, oksigen yang memasuki otak tidak berjalan lancar. Saya berusaha mengatur nafas agar tidak pingsan di dalam. Setelah hampir sejam didalam, berbekal bebatuan yang saya ambil, beserta penambang lainnya saya keluar. Dengan tali yang terjulur keluar serta penerangan dari Headlamp, saya berjalan jongkok keluar. Perjuangan yang sangat melelahkan, selain oksigen yang tipis juga jalur yang sedikit berair membuat medan jalan keluar terasa sangat berat. Benar saja, baru beberapa saat keluar dari lubang itu, kepala langsung terasa pening, mata kunang-kunang, perut mual dan hampir saja pingsan jika tidak langsung duduk, lalu terlengtang di papan kotor tempat duduk penarik tambang. Saya minum air putih di veldples yang terselip di tas pinggang. Rasanya segar dan ternyata mampu menahan pingsan saya. Selepas dari lubang tersebut, saya menuju tempat istirahat para penambang. Sebuah bangunan semi permanen yang terbuat dari bambu. Di tempat itu, saya makan siang, istirahat dan bercengkrama. Merasakan kehangatan kekeluargaan yang sungguh sangat luar biasa. Hanya makan ikan asin, sambal dan pete, tapi sungguh sangat nikmat. Kenikmatan lainnya adalah suasana yang semakin terasa akrab. Itulah sisi manusiawi yang begitu kental disebuah bukit yang mengajari saya betapa kerasnya perjuangan menjadi penambang. Penambang tradisional adalah masyarakat setempat. Mereka menambang bukan merusak, mereka mengerti keseimbangan, mereka menggunakan alat sederhana yang tidak merusak lingkungan. Tidak menghilangkan jaringan permukaan tanah. Tanah yang lebih berharga dalam menopang sebuah kehidupan. Saya bersyukur sudah merasakan pengalaman sehari menjadi penambang. Selanjutnya, kita lihat saja. [caption id="attachment_157122" align="aligncenter" width="300" caption="Lubang yang membuat penasaran (dok.pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_157127" align="aligncenter" width="225" caption="Suasana di dalam lubang (dok.pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_157135" align="aligncenter" width="300" caption="Ini yang dicari (dok.pribadi)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun