Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelukis Juga Narsis

29 Desember 2010   06:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:15 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12936052251948469258

[caption id="attachment_82209" align="alignright" width="300" caption="Narkissos atau Narsisus jatuh cinta terhadap dirinya sendiri. Lukisan karya Michelangelo Caravaggio (id.wikipedia.com)"][/caption] Narsisisme (dari bahasa Inggris) atau narsisme (dari bahasa Belanda) adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist). Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narkissos (versi bahasa Latin: Narcissus), yang dikutuk sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Tanpa sengaja ia menjulurkan tangannya, sehingga ia tenggelam dan tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis. Narsis, itulah yang menjadi topik terbaru di dunia anak muda sekarang. Suplemen Harian Pikiran Rakyat pernah membahas kondisi anak gaul sekarang yang memiliki kecenderungan narsis. Narsis itu membanggakan diri secara berlebihan, bisa jadi bentuknya seperti banyak gaya, menonjolkan kelebihan secara berlebihan, mengagumi diri sendiri dan selalu berusaha eksis berlebihan. Jadi utamanya berlebihan! Tetapi benarkah narsis itu bagian dari manifestasi gaya hidup anak gaul jaman sekarang? Kalau anda mengatakan iya, bisa jadi anda belum melihat seniman jaman dahulu. Saya melihatnya kecenderungan narsis bahkan pada sosok seniman jaman dahulu seperti Afandi, Raden Saleh dll. Banyak lukisan pribadi Afandi yang menggambarkan sosoknya, terpenting rupa wajahnya. Kalau anda penggemar Afandi, melihat karyanya sungguh sangat abstrak. Saya bukan seorang art interpreter, tetapi saya suka dengan seni, apapun itu yang bernilai seni, saya menyukai. Narsis dalam kadar yang baik akan menjadi pemicu untuk menonjolkan kreativitas yang tidak ada di orang lain. Tetapi narsis pada sisi yang negatif bisa membuat seseorang sombong, angkuh dan merasa paling dari yang lain. Beda antara narsis (dalam tanda kutip) untuk pelukis dengan narsis-narsis yang terjadi sekarang. Narsis seniman bisa jadi sebuah apresiasi atas jiwa, rasa dan pikir. Berkolaborasi hingga menjadi karya lukis yang agung, abadi dan melegenda. Sebut saja contohnya lukisan Affandi. Tetapi narsis-narsis sekarang, kelihatannya sekedar pelampiasan atas kebutuhan untuk ''terlihat, ada dan eksis" (btw ada dan eksis, sama kali yah). Sekali lagi, narsis dalam kadar yang positif akan berguna tetapi narsis dalam kadar yang berlebihan, akan terlihat sombong, angkuh dan merasa diri paling tinggi. Semoga saja, kadar narsis itu dalam batas yang wajar, seperti kata sebuah iklan ''Mau eksis, jangan lebay please'' (Iden Wildensyah). Siap-siap eksis lagi ah.. untuk sebuah kebutuhan hehe :) Sumber definisi : id.wikipedia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun