Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ngabeubeurang!

22 Agustus 2010   06:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_235105" align="alignright" width="300" caption="Fajar di Sawah (google.images.com)"][/caption] Saya dan teman-teman kecil punya istilah baru selain ngabuburit. Namanya 'Ngabeubeurang', sama saja dengan ngabuburit hanya bedanya waktu aktivitas. Biasanya 'ngabeubeurang' dilaksanakan seusasi sholat shubuh. Aktivitas yang dilakukan biasanya jalan jalan jauh ke ladang, ke sungai sambil mengail ikan, ke sawah mencari belut. Ketiga wilayah ini favorit bagi kami karena benar-benar bisa menghilangkan rasa lapar puasa. Ke ladang kami lakukan mencari buah-buah untuk bekal berbuka, buah-buahan tersebut kami temukan di ladang kebun orang lain yang kami lewati. Biasanya sudah lazim bahwa mengambil buah-buahan yang matang dan jatuh dari pohonnya itu tidak termasuk mencuri. Nakalnya kami dengan asumsi bahwa buah yang jatuh itu bukan mencuri maka ketika ada pohon yang berbuah matang tetapi belum jatuh, kami lempari pakai batu hingga jatuh ke tanah. Ke sungai tentu saja diikuti dengan mandi, setelah puas mencari ikan kecil dibalik bebatuan. Kami mandi disebuah 'leuwi', mandi yang menyegarkan karena membasuh badan yang kering. Di sungai itu juga kami main 'rarajaan'. Namanya demikian karena yang menang akan jadi raja. Bentuk permainannya seperti gulat diatas batuan yang agak lebar permukaannya, kami saling dorong dan saling bertahan agar tidak 'tigejebrus' ke sungai. Biasanya yang terus menerus bisa berada diatas batuan dan tidak bisa di-'gejebrus'-kan lah yang menjadi raja. Kami semua fair, setelah permainan itu selesai, kami main bersama lagi. Selanjutnya adalah sawah, ke sawah kami membawa pancing dan tali yang diset sedemikian rupa agar masuk ke lubang sarang belut. Namanya 'ngurek'. Belut yang kami dapatkan biasanya dibawa ke rumah lalu dimasak sama ibu masing-masing. Yang membuat tidak nyaman ke sawah adalah panas, kalau sudah terik, rasanya punggung leher terasa terbakar. Kalau sudah seperti ini, kami mengakhiri kegiatan 'ngurek' beralih ke kegiatan lain. Karena sawah dekat dengan sungai, maka hal yang mengasikan setelah 'ngurek' adalah kembali berendam di sungai. Selain ketiga tempat tadi, masih banyak kegiatan yang dilakukan sewaktu kecil untuk 'Ngabeubeurang'. Anak laki-laki dan perempuan punya koridor masing-masing dalam mengisi kegiatan tersebut. Adakalanya juga kegiatan kami bersatu dengan kegiatan anak-anak perempuan. Semisal kasti. 'Ngabeubeurang' tidak setenar ngabuburit, tetapi bagi saya kegiatan 'ngabeubeurang' waktu kecil sungguh sangat bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun