[caption id="attachment_66591" align="aligncenter" width="300" caption="Kampung Dukuh Foto by Iden Wildensyah"][/caption]
Salah satu laporan yang menarik setelah peristiwa Gempa mengguncang Jawa Barat Selatan adalah rumah adat Kampung Dukuh yang tahan gempa. Saya bersyukur pernah mengunjungi Kampung Dukuh tiga tahun yang lalu. Kampung adat ini dilindungi sebagai cagar budaya, sebuah daerah yang berada di Kabupaten Garut sebelah selatan, berada di wilayah Cikelet mungkin lebih tepatnya dekat wilayah Cimari. Dari jalan raya Cikelet ke lokasi sejauh 9 km, kalau tidak membawa mobil sekelas Jeep jangan berharap bisa menuju lokasi, sebuah jalan pedesaan yang belum teraspal rapi, hanya berupa jalan perkebunan yang biasa dipakai untuk menganggkut hasil kebun atau kayu. TaringgulDalam bahasa sunda berarti kondisi yang memperlihatkan jalan tidak rata.
Bagi mereka yang terbiasa atau setidaknya pernah melakukan long march yaitu perjalanan jauh yang tempuh dengan jalan kaki semacam perjalanannya pasukan siliwangi ke Jogjakarta waktu jaman perjuangan kemerdekaan, maka jarak 9 kilometer itu bisa ditempuh sekitar 1,5 – 2 jam. Tapi jangan berkecil hati, bagi yang belum pernah long marh ada angkutan ojeg, angkutan rakyat ini sudah menunggu di pinggir jalan raya Cikelet.
Untungnya, saya ke Kampung Dukuh di antar oleh ketua pemuda di daerah itu menggunakan kendaraan semi trail yang bisa melewati medan terjal, itupun tetap mengacu adrenalin karena jalan yang tidak menentu, ada tanjakan ada turunan dan licin jadi harus pilih-pilih medan yang bisa dilewati. Perjalanan petualangan ini adalah perjalanan untuk kesekian kalinya setelah saya keluar dari kampus, sementara dulu hanya melakukan ketika observasi desa atau ekspedisi. Perjalanan kali ini sangat berkesan, saya hanya sendirian ditemani oleh penduduk setempat, sementara dulu saya selalu bersama teman-teman Gandawesi (sebuah kelompok studi pelestarian lingkungan hidup di Bandung).
Saya bertemu dengan Ketua Adat bernama Pak Lukman, usianya sekitar 45-50 tahun. Masih segar bugar dan pandangan hidupnya terhadap alam sangat futuristik, melebihi rata-rata pengetahuan biasa. Beliau meramalkan banyak hal melalui sebuah 'ketentuan adat' yang tidak bisa ditolak. Termasuk ketika membicarakan tentang musibah kebakaran, bagi mereka musibah itu sudah ada dalam 'adat' jadi dalam waktu yang cepat mereka bergotong royong membangun kembali rumah-rumah adat yang terbakar.
Tentang perumahan ini, dalam laporan sebuah berita surat kabar tersebut disebutkan bahwa semua rumah yang ada di Kampung ada Dukuh ini tidak ada yang rusak, tidak ada yang runtuk. Rumah-rumah itu kokoh berdiri. Tidak salah jika mengatakan bahwa rumah itu tahan gempa, teknologi mereka sudah mengerti alam sehingga ketika terjadi bencana alam, rumah-rumah adat itu tetap kuat.
Berikut ini adalah bangunan yang terdapat di Kampung Dukuh:
[caption id="attachment_66598" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Penduduk"][/caption] [caption id="attachment_66603" align="aligncenter" width="300" caption="Penulis di Depan Rumah Ketua Adat"][/caption] [caption id="attachment_66609" align="aligncenter" width="300" caption="Masjid"][/caption] [caption id="attachment_66614" align="aligncenter" width="300" caption="Madrasah"][/caption] Semua photo yang ada ditulisan ini adalah dokumentasi penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H