Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Petunjuk Sunda

21 Januari 2010   09:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:21 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan ini adalah pengalaman dan mungkin saja menjadi panduan bagi anda yang hendak berkunjung ke daerah-daerah di wilayah sunda. Orang sunda di daerah, akan memberikan pengalaman positif bagi pendatang yang bertanya. Contoh saja di garut selatan, sewaktu melancong ke kampung dukuh saya mendapatkan pengalaman tentang bagaimana orang sunda berpikir positif. Ketika itu saya bertanya: ''bu, punteun dupi kampung dukuh masih jauh?''. Si ibu yang dimaksud menjawab: '' sakeudap deui, cakeut da mung sabelokan deui ka palih kaler''. Jawab si ibu meyakinkan dengan telunjuk diarah kedepan seolah sudah didepan mata. Tapi coba bayangkan, yang dimaksud cakeut sabelokan itu bagaimana, jaraknya berapa jauh?, lalu kaler itu dimana? Sebelahmananya mana? Kidulnya dimana, kulon dan wetan juga dimana?. Rumit memang kalau dipikir dengan ilmu navigasi kompas tetapi memang itu kenyataan, itu terjadi didaerah sunda. Jalan tengahnya adalah membawa kompas, minimal kita tahu arah utara atau kaler. Patokan selanjutnya adalah arah matahari tenggelam atau kulon dan kidul atau selatan. Sementara wetan adalah arah matahari terbit. Kalau sudah mengetahui rumus ini, sepertinya saya tidak akan disorientasi medan. Tapi tunggu dulu, teori oke saja kenyataannya sulit ditebak. Sakeudap deui versi si ibu ternyata berarti bisa sejam atau dua jam atau bahkan lebih dari tiga jam dari dugaan sakeudap versi saya sekitar tigapuluh menit paling lama atau limabelas menitan paling cepat. Rumit dan bisa bikin dongkol memang, tetapi saya melihatnya lain, saya melihat hal itu positif. Mungkin saja arahannya agar saya meneruskan perjalanan dan tidak balik arah. Mungkin saja jika disebutkan lokasi itu sangat jaug, dikhawatirkan mental jadi down ketika mengetahui jarak yang masih jauh. Jalan keluarnya dengan menyemangati bahwa lokasi yang dimaksud sudah dekat. Walaupun hati menggerutu tapi melihat indahnya alam kampung dukuh semua jarak jauh pun tidak terasa, terbayar lunas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun