Mohon tunggu...
wildan Ihsanuddin
wildan Ihsanuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka mancing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Konflik Indonesia dengan Malaysia Terkait Sengketa Pulau Sipandan dan Ligitan: Teori Fungsional Konflik Lewis Coser

27 Oktober 2022   09:57 Diperbarui: 27 Oktober 2022   10:29 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah Mahkamah Internasional memutuskan pulau Sipandan dan Ligitan milik Malaysia, keputusan membuat Indonesia menjadi lebih solid dan terintegrasi antar wilyahnya dan masyarakatnya, terbukti dengan ditempatkannya TNI untuk menjaga wilayah perbatasan Indonesia indonesia, baik darat, udara, maupun laut, dengan penetapan garis batas wilayah antar negara, Indonesia juga aktif berkerjasama dengan negara negara besar lainnya untuk memperkuat pertahanan wilayah, masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan juga membantu merawat dan menjaga pulau pulau Indonesia. 

Selain itu Karena adanya konflik tersebut Indonesia dengan Malaysia, sepakat menjalin kerja sama untuk saling menjaga dan memperkuat wilayah perbatasan, dari pada melakukan peperangan. Saya melakukan wawancara dengan Riki Dwi Hitmawan seorang guru SD, dari hasil wawancara tersebut saya melihat konflik tersebut cocok dengan teori fungsional Konflik sosial oleh Lewis Coser, dalam teori ini dijelaskan bahwa konflik dapat mempunyai fungsi positif untuk suatu kelompok atau masyarakat dari pada hanya merusak solidaritas.

Saya mengenal teori fungsional konflik Lewis Coser dari e-jurnal terbuka yang ditulis oleh Rofiah Khusniati (2016). Dalam jurnal tersebut di jelaskan tidak selamanya konflik berkonotasi negatif. Sebaliknya, konflik memberikan fungsi positif dalam sosial masyarakat baik in group atau out group, untuk untuk menyatukan kembali kelompok-kelompok yang sedang mengalami konflik sosial. 

Karena dengan adanya konflik, berarti masing masing individu maupun kelompok di dalam komunitas itu berjuang untuk membangun dialog untuk mempertahankan integritas atau kesatuan sebagai anggota komunitas teristimewa dengan kelompok lain yang berasal dari budaya yang berbeda dengan dirinya. Fungsional konflik dimaknai sebagai fungsi dari konflik semata mata bukan hanya hal yang bersifat negative tetapi ada sisi positif nya. Dalam pemahaman saya fungsional konflik berkaitan dengan bagaimana kita memaknai suatu konflik. 

Tetapi Lewis Coser ingin memperlihatkan fungsi positif dari konflik dalam meningkatkan intregasi sosial, baik dalam kelompok in-group ataupun kelompok out-group. Konflik antar kelompok dapat meningkatkan solidaritas internal dalam kelompok-kelompok yang berkonflik tersebut. Dengan adanya Konflik dapat memperkuat dan mempertegas batas kelompok dan meningkatkan penggalangan solidaritas internal kelompok. Konflik antar kelompok merupakan penghadapan antara in-group dan out-group. Ketika konflik terjadi, masing-masing anggota dalam suatu kelompok akan meningkatkan kesadaran sebagai sebuah kelompok (in-group) untuk berhadapan dengan kelompok lain (out-group). 

Kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in-group), akan meningkat karena permusuhan atau konflik yang terjadi dengan kelompok luar (out group) bersifat lebih besar. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Hal ini seperti konflik Indonesia dengan Malaysia terkait sengketa pulau, setelah pulau ligitan dan sipandan di ambil Malaysia membuat Indonesia semakin meningkatkan kekuatan solidaritas internal (in-gruopnya) baik wilayah dan masyarakatnya untuk berhadapan dengan Malaysia (out-gruopnya). 

Penyelesaian konflik antarkelompok berdasarkan teori konflik adalah berada pada tahap terakhir, yakni bagaimana mengubah konflik, pertikaian, atau perselisihan menjadi sebuah bentuk kerja sama. Konflik antar kelompok itu akan berubah menjadi kerja sama antar kelompok apabila kepada mereka diintroduksikan superordinate goals secara meyakinkan bahwa di atas hal-hal yang membuat mereka saling bermusuhan itu, ada hal yang jauh lebih penting untuk dihadapi bersama.

Teori fungsional konflik, diperkenalkan oleh Lewis Coser. Lewis Coser adalah seorang sosiolog yang lahir pada 27 November 1913, Berlin, Jerman. Lewis Coser memberontak melawan atas kehidupan kelas menengah yang diberikan kepadanya. Pada masa remajanya ia sudah bergabung dengan gerakan sosialis dan meskipun bukan murid yang luar biasa dan tidak rajin sekolah tetapi ia tetap membaca voluminously sendiri. Pada tahun 1948 Lewis Coser menjadi mahasiswa pascasarjana di Columbia University, Coser menerima posisi sebagai tenaga pengajar ilmu sosial di Universitas Chicago. Pada tahun yang sama, ia menjadi warga negara Amerika naturalisasi.  Latar belakang munculnya pemikiran Coser tentang fungsi konflik sosial, dengan melihat kondisi inlektual, sosial dan politik pada saat itu. Kondisi intelektual adalah respon Coser atas dominasi pemikiran teori struktural fungsional dari Talcot Parsons dan Robert K. Merton yang merupakan orientasi teoritis dominan dalam sosiologi Amerika

Referensi:

Rofiah, Khusniati. (2016). Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam Perspektif Teori Konflik Fungsional Lewis A. Coser. Ponorogo : Institut Agama Islam Indonesia Ponorogo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun