Kata Pak Dekan; "ini ngaji akademik"
Hari Jumat ini terasa benar-benar Jumat Berkah; di pagi jumat ini bersyukur sekali dapat undangan menghadiri kajian yang luar biasa. Kami diundang sebagai peserta dalam Diskusi Lintas Dispilin, begitu bunyi undangannya. Tentunya undangan ini juga dihadiri oleh unsur pimpinan. Sebagai peserta yang terlambat hadir, tetapi saat itu diskusinya belum dimulai, kemudian mengambil tempat duduk agak jauh dari narasumber, tetapi lebih dekat dengan layar monitor. Narasumber kali ini memang sudah tidak asing buat kami, beliau sangat sering berbagi ilmu dan pengalaman. Beliau menjadi guru kami yang biasa kami panggil Prof. Mujib.
Sajian yang sangat menarik, kemudian sempat terhenti cukup lama di salah satu slide. Tayangan slide itu bertuliskan Being (Ada), Belonging (Berada), dan Becoming (Mengada).
Dengan menggunakan bahasa yang sederhana namun berisi beliau menguraikan dan memberikan ilustrasi sederhana yang mengena. Tidaklah cukup kita ini hanya sekedar ada (being), tidak berbuat apa-apa, hanya duduk manis, asyik dengan diri sendiri. Mestinya perlu dinaikkan karena setiap kita memiliki potensi yang dapat ditumbuhkan menjadi kompetensi. Penting untuk berpartisipasi agar kita menjadi berada (belonging). Ambillah peran sesuai dengan kemampuan, dan tidak perlu memainkan peran orang lain yang kita tidak mampu melakukannya, karena setiap kita tidak lepas dari kekurangan, meskipun pasti kita memiliki kelebihan.
Kita sudah menunjukkan diri kita ada, dan berada. Satu hal terpenting bahwa kehadiran dan partisipasi yang diberikan menjadi bermanfaat, dimanfaatkan, digunakan, bahkan menjadi pemicu semangat, serta memberikan inspirasi bagi setiap orang, meskipun kita sudah tidak lagi di tempat itu. Memiliki ide, gagasan, pengetahuan yang dituangkan dalam tulisan yang memberi pengaruh positif bagi setiap orang. Nah inilah yang menempatkan kita pada posisi mengada (becoming).
Ayo coba cek ketika hari-hari mengajar kita, posisi kita yang mana ya? Ada-Berada atau Mengada?
Tidak pernah kita melupakan jadwal mengajar di hari apa di jam berapa, lalu masuk kelas memberikan catatan, memberikan tugas, ya tambahlah dengan menjelaskan agar siswa memahami materi dengan baik. Setelah itu selesai, kemudian kita sibuk dengan urusan dan pikiran kita sendiri, anak-anakpun begitu. Yang dijelaskan tadi ntah melekat atau menguap, tugas-tugasnya dikerjakan dengan baik atau sekedar melewati untuk memenuhi kewajiban agar dapat nilai dan tidak dimarahi guru.
Ini nampaknya kita hanya hadir (ada/being) di dalam kelas, di hadapan anak-anak. Belum memaksimalkan usaha melaksanakan tugas mendidik dan mengajar. Posisi "Ada" mungkin pernah kemudian kita beranjak dari "ada" tersebut dengan membuat suasana baru, apalagi ada "tawaran" menggunakan cara-cara baru dalam mengajar. Anak-anak kemudian kita libatkan dalam proses kelas yang "menarik", guru dan anak-anak bergantian menunjukkan "kebolehan" dalam mendemosntrasikan sesuatu. Dan ternyata anak-anak senang dan merasakan kehadiran guru mereka, yang selama ini hanya datang -- menjelaskan -- memberikan tugas -- lalu.... Yaaa sudahlah.....
Peristiwa pembelajaran ini menjadikan posisi kita menanjak dari "ada" (being) menjadi "berada" (belonging), anak-anak mengakui keberadaan gurunya di dalam kelas.
Suatu kali anak-anak girang dan berkata, kalau yang kemaren diceritakan pak Guru itu sudah dicoba dilakukan dan ternyata berhasil. Jadi kepingin terus mendengar cerita yang lain, terasa ingin segera melakukan seperti dalam cerita itu. Saya ceritakan ke Pak Guru, saya perlihatkan hasilnya, ternyata Pak Guru senang sekali. Bahkan beliau bilang kalau yang saya ceritakan dan hasil yang saya perlihatkan baru pertama beliau lihat. Belum lagi beliau memperlihatkan kegembiraannya ketika teman-teman menunjukkan hasil karyanya, bahkan ada beberapa hasil karya bertuliskan "inspirasi tuk masa depan". Kelas ini menjadi menyenangkan, anak-anak serasa lepas dalam berkreasi, setiap tim menunjukkan kekompakan, dan yang cukup mengejutkan ada gambar karikatur lucu, di dalamnya bertuliskan "Guruku Inspirasiku".
Perlulah kita hadir di kelas mengajar kita menjadi "mengada" (becoming), mampu menginspirasi anak-anak, karya-karya mereka akan lahir dari terbangunnya inspirasi yang dipompa gurunya, pasti mereka tahu dirinya memiliki  apa (potensi) dan bisa apa (kompetensi) dengan yang dimilikinya. Secara tidak langsung guru membangun kesadaran anak-anak tentang siapa dirinya, potensi apa yang dimilikinya, bagaimana mewujudkan potensi menjadi kompetensi yang gemilang. Bangun juga kesadaran kalau potensi mereka dibutuhkan orang lain, tumbuhkan pula kesadaran bahwa potensi dan kompetensi mereka akan semakin dahsyat manfaatnya jika dipadusatukan dengan potensi dan kompetensi orang lain di sekililingnya (kolaborasi). Katakan kepada mereka jangan memaksa diri menyelesaikan apapun hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tapi ajaklah kawan lainnya berpartisipasi dan terlibat, dan jangan lupa libatkan Tuhan.