Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yang Keliru dari Pemikiran Karl Marx

1 Februari 2012   08:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:12 2180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13280857711688615798

[caption id="attachment_159642" align="alignnone" width="448" caption="Karl Marx, filsuf kelahiran Trier Jerman"][/caption] Tak semua teori Marx benar. Sejumlah pemikiran ekonominya bahkan keliru dan tak terbukti. Mari kita tengok.

Karl Marx merupakan salah satu filsuf besar yang pernah mewarnai dunia dengan pemikirannya. Berawal dari buah pikirannya, komunisme tumbuh dan menyebar di muka bumi. Komunisme yang mewujud ke dalam politik praktis kian membuktikan besarnya pengaruh pemikiran Karl Marx. Tak mengherankan jika Michael H. Hart menempatkan nama Karl Marx di urutan ke-11 sebagai orang yang paling berpengaruh di muka bumi.

Dalam buku legendarisnya yang berjudul 100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, Hart secara apik dan logis meranking nama-nama tokoh yang mencatat sejarah serta berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Di ranking 11, tersebutlah nama Karl Marx. Selaku pencetus utama “sosialisme ilmiah” yang kemudian melahirkan komunisme, pengaruh besar Marx memang tidak bisa dipungkiri. Hart memperkirakan, 100 tahun setelah kematian Marx pada 1883 silam, sekitar 1,3 miliar orang terpengaruh oleh Marxisme.

Meski mencatat pengaruh yang begitu besar, Michael H. Hart tak lupa menyebut sejumlah kekeliruan dari pemikiran Marx yang ternyata tidak terbukti. Kekeliruan dari pemikiran Marx, menurut Hart (2002 : 89) terfokus pada bidang ekonomi. Di bidang ini, Marx pernah meramalkan sejumlah hal yakni:

  1. Dalam negeri-negeri kapitalis kaum buruh akan semakin melarat dalam perjalanan sang waktu.
  2. Kaum menengah akan disapu dan sebagian besar orang-orangnya akan masuk ke dalam golongan proletar dan hanya sedikit yang bisa bangkit dan masuk ke dalam kelas kapitalis.
  3. Meningkatnya mekanisasi akan mengurangi keuntungan kaum kapitalis.

Semua ramalan Marx di atas keliru. Bahkan Hart dengan sinis menilai ramalan Marx yang terakhir (ke-3) sebagai kepercayaan yang salah sekaligus tolol. Seperti yang kita lihat sekarang, tak semua kaum buruh makin melarat. Banyak juga buruh yang mampu meningkatkan derajat ekonominya. Seiring perbaikan sistem pengupahan, para buruh di berbagai belahan dunia  - termasuk di Indonesia - mulai bisa bernafas lega. Meski harus diakui pula masih ada jutaan buruh di berbagai negara yang belum bisa menikmati hidup layak.

Ramalan Marx bahwa kaum menengah akan disapu juga tidak terbukti. Khusus untuk Indonesia, Bank Dunia bahkan mencatat pertumbuhan kelas menengah di Indonesia sangat cepat. Setiap tahun kelas menengah di negeri ini tumbuh 7 juta (vivanews, 16/06/2011). Peningkatan kelas menengah  seperti yang terjadi di Indonesia ini, menurut Bank Dunia, juga dialami negara berkembang lainnya.  Sebuah pertumbuhan yang kemudian menyebabkan melonjaknya konsumsi.

Masih menurut studi Bank Dunia, kalangan kelas menengah ini terbagi ke dalam empat kelas. Pertama kelas menengah dengan pendapatan US$2-US$4 atau Rp1-1,5 juta per bulan (38,5 persen). Kedua, kelas menengah dengan pendapatan US$4-6 atau  Rp 1,5 - 2,6 juta per kapita perbulan (11,7 persen). Ketiga, kelas menengah dengan pendapatan US$6-US$10 atau Rp 2,6-5,2 juta perbulan  (5 persen) serta golongan menengah berpendapatan US$10-US$20 atau Rp 5,2-6 juta perbulan (1,3 persen).

Mekanisasi industri yang terjadi sejak era 90-an terlihat makin ekstensif sebagai cara yang ditempuh pemodal untuk mengurangi ongkos produksi. Ini berarti, mekanisasi alat produksi yang menggeser peran manusia dinilai lebih menguntungkan. Contoh nyatanya terlihat pada industri rokok. Pabrik rokok seperti Gudang Garam di Kediri Jawa Timur sejak tahun 1990-an mulai mengurangi jam kerja buruh linting perempuannya menjadi setengah hari. Pasalnya, sebagian produksi rokok sudah diambil alih mesin. Untuk industri yang tergolong padat teknologi, sebagian besar aktivitas produksinya lebih banyak dikerjakan mesin dan robot. Dengan investasi yang bernilai sangat besar untuk pembelian mesin, para pemilik perusahaan (baca: kaum kapitalis) tetap saja menangguk untung.

Boleh jadi, kekeliruan pemikiran dan ramalan Marx ini terjadi, karena Marx belum melihat dampak mekanisasi yang begitu massif pasca terjadinya revolusi industri di belahan benua Eropa dan Amerika. Namun perlu diingat, dari 4 pemikiran utama Marx, satu di antaranya telah mengilhami dan mendorong orang bergerak dan bertindak. Marx menyatakan: untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis, harus diatur oleh kediktatoran partai komunis dalam jangka waktu yang memadai. Doktrin inilah yang kemudian menggerakkan Lenin dan Stalin mendirikan negara dengan basis politik komunisme. Ini juga membuktikan betapa besarnya pengaruh pemikiran Karl Marx setelah beberapa dekade kematiannya.

Wildan Hakim, mantan reporter KBR 68H, alumni UNS Surakarta, kandidat master program manajemen komunikasi Universitas Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun