Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Visionernya Orang Indonesia ala Cak Lontong

1 Juni 2015   14:44 Diperbarui: 30 Juli 2019   22:12 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14331452181330001410

 

Bersua dengan Cak Lontong itu sama artinya bersua dengan tawa. Di balik postur tubuhnya yang tinggi, pria yang bernama asli Lies Hartono ini sanggup memancing saraf tawa orang dengan aksi stand up comedy-nya.

Seperti yang terlihat pada helatan National Urban Forum di gedung JHCC Jakarta pada Kamis 28 Mei 2015 lalu. Acara yang sejatinya lebih banyak seriusnya – karena membahas perkembangan kota di Indonesia – sejenak menjadi gemuruh tawa kala Cak Lontong memulai aksi panggung usai melempar salam lempernya.

Lies, siang itu hadir sebagai moderator acara. Sebelum memanggil para narasumber, pria lulusan teknik elektronika Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya ini membabar retorika candanya.

Hadir di sesi setelah makan siang, Lies sadar betul peserta diskusi mulai disergap kantuk. Usai uluk salam, Cak Lontong mengurai cerita. Hari itu, sebenarnya ada acara di Balai Kota Jakarta. Namun, Cak Lontong lebih memilih hadir di Urban National Forum.

“Masalahnya, saya tidak diundang ke Balai Kota. Di sana memang ada acara. Tapi saya tetap memilih ke sini, wong saya tidak diundang,” kelakar Cak Lontong yang disambut tawa ratusan orang peserta diskusi.

Sukses dengan prolognya, Cak Lontong lantas berkisah tentang kehebatan orang Indonesia. Diakuinya, rakyat Indonesia itu hebat-hebat. Fakta tersebut sudah tak terbantahkan lagi.

“Kalau nggak hebat, mana ada yang sabar dijajah selama 350 tahun?” ujarnya melempar tanya bernada satir.

Meski terbilang hebat, Cak Lontong menilai, saat itu rakyat Indonesia belum efisien. Sebagaimana diketahui, saat itu rakyat Indonesia banyak menggunakan bambu runcing ketika berjuang secara fisik melawan penjajah. Menurut Cak Lontong, penggunaan bambu runcing sebagai senjata ini tak efisien.

“Bambu runcing itu kan terbuat dari bambu yang diruncingkan. Nah, meruncingkannya pakai benda tajam seperti arit atau golok. Pertanyaannya, kenapa harus pakai bambu runcing? Kenapa tidak langsung perang saja dengan memakai arit atau golok. Dua-duanya ini kan benda tajam semua?” seloroh Lies Hartono yang kembali disambut tawa.

Orang Indonesia itu punya visi

Sekira 10 menit pertama penampilannya, stand up comedy yang disuguhkan Cak Lontong banyak mengundang sindir. Cak Lontong menyelipkan tafsir baru tentang informasi sejarah yang banyak kita baca di buku-buku pelajaran.

Dijajah 350 tahun kerap ditafsirkan sebagai penderitaan yang panjang. Namun, itu bisa ditafsirkan sebagai bukti betapa hebat dan sabarnya bangsa yang dulunya belum bernama Indonesia.

Pun soal bambung runcing. Senjata yang mewakili heroisme arek-arek Suroboyo ini juga sering menjadi bahan cerita para guru sejarah di ruang kelas. Dengan sedikit kritik, Cak Lontong mempertanyakan ulang proses pembuatannya. Ada sepenggal tawa yang bisa mencuat kala kita sadar dan bertanya, “Oh iya ya, kenapa nggak perang dengan senjata tajam langsung saja? Kenapa pula repot membuat bambu runcing yang butuh waktu untuk meruncingkannya?”

Beranjak dari dua kepingan tawa tadi, Cak Lontong melanjutkan kelakarnya. Dia memulai ceritanya tentang cara melihat asal usul orang tanpa berkomunikasi. Ini bisa dilihat pada seseorang naik pesawat. Tanpa perlu berkomunikasi langsung, asal usul orang bisa dilihat dari cara meletakkan sendok dan garpunya usai santap suguhan di pesawat terbang.

“Kalau sendok dan garpung diletakkan dengan cara menyilang, itu pasti orang Amerika. Sebab, itu american style. Kalau sendok dan garpunya diletakkan lurus sejajar, wah pasti itu orang Eropa. Kalau diletakkan lurus sejajar tapi miring ke kiri, itu orang Eropa Timur. Bagaimana dengan orang Indonesia? Kalau orang Indonesia, sendok dan garpunya hilang dan dibawa pulang,” paparnya.

Sontak peserta diskusi terbahak-bahak. Cak Lontong pun memberi jeda selama beberapa detik agar riuh tawa itu mereda.

“Itu bukti kalau orang Indonesia itu punya visi. Orang Amerika dan Eropa tidak berpikir bahwa sendok dan garpu bisa digunakan di rumah. Nah, orang Indonesia sudah berpikir sejauh itu. Perlu Anda ketahui, satu-satunya barang yang dilarang dibawa turun oleh penumpang pesawat itu ialah pelampung di bawah kursi. Jangan diambil. Hukumannya bisa dua tahun itu. Saya sudah merasakannya,” urai Cak Lontong yang kembali mengundang tawa.

Selanjutnya Cak Lontong memaparkan bukti tentang kehebatan orang Indonesia. “Anda perlu tahu. Di Banyuwangi, ada anak SMP yang bisa membuat alat sehingga tembok setebal 50 centimeter bisa tembus pandang. Alat itu dinamai jendela,” urainya datar yang kontan memancing ger dari peserta diskusi.

Lain lagi di Surabaya. Cak Lontong menyebut, di Kota Pahlawan ini ada penemu juga. Si penemu sarana transportasi ini hanyalah anak seorang nelayan. Lewat inovasinya, ditemukanlah becak tenaga surya.

“Saya sendiri mencoba alatnya. Jadi itu becak seperti yang ada. Lalu, seorang penumpang diminta naik ke becak. Setelah penumpang naik, barulah si Surya dipanggil. Surya, ayo becaknya digenjot. Ini visioner loh. Bayangkan, anak-anak yang lahir sekarang diberi nama Surya. Maka, 10 tahun lagi akan ada banyak becak tenaga surya di Indonesia,” tegas Cak Lontong.

Sebelum becak tenaga surya muncul, lanjut Cak Lontong, sejumlah mahasiswa ITS sudah lebih dulu mengembangkan mobil listrik. Sayangnya, mobil jenis ini mengalami kerepotan setiap kali dayanya berkurang. Untuk jarak tempuh 100 kilometer, sebuah mobil listrik harus disetrum selama enam jam.

“Jadi, kalau dayanya habis dicharge dulu. Ke depan, karena bangsa kita ini visioner, nanti di belakang mobil listrik ini akan ada mobil box. Nah mobil box ini yang akan mengikuti si mobil listrik. Fungsinya sebagai power bank,” jelasnya.

Sebagai komedian, Cak Lontong begitu bangga dengan Indonesia. Meski dia sendiri kurang tahu, apakah Indonesia bangga punya warga negara seperti dirinya. Saking bangganya, Cak Lontong mengaku sering memakai Bahasa Indonesia saat berada di luar negeri. “Itu untuk membuktikan bahwa saya bangga dengan Indonesia sekaligus membuktikan bahwa Cak Lontong tidak bisa berbahasa Inggris,” paparnya yang kembali disambut gelak tawa hadirin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun