Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara PKB, Cak Imin, dan Rhoma Irama

6 Mei 2014   00:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski tak seriuh Jokowi effect, Rhoma Irama effect ikut pula jadi bahan perbincangan. Lonjakan perolehan suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Pemilu 2014 yang mencapai dua kali lipat diduga berkat adanya efek Rhoma. Seusai Pemilu, Rhoma perlahan akan dilupakan dan takkan ada lagi berita Rhoma dicapreskan.

Di ranah politik, hanya ada satu hal yang abadi yakni kepentingan. Bagi siapapun yang melek politik, ungkapan ini pasti dipahami dengan baik. Terlebih bagi para fungsionaris PKB. Sejak genderang kampanye Pemilu 2014 ditabuh, partai berbasis pemilih Nahdliyin ini telah bersiap. PKB berkepentingan agar elektabilitasnya tak kian melorot di tengah paceklik dukungan pemilih terhadap partai politik Islam.

Memang, tidak ada tokoh yang terbilang fenomenal di internal PKB. Kalau sekadar tokoh terkenal di level nasional pasti ada. Siapa lagi kalau bukan sang Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin. Selaku Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, nama Cak Imin banyak dikenal. Tapi, persentase tingkat keterpilihan Cak Imin jika dicapreskan tergolong sangat rendah. Survei Pol Tracking Institut pada Desember 2013 menunjukkan, elektabilitas Cak Imin hanya 1,23 persen (sindonews.com, 22 Desember 2013). Angka ini jauh di bawah elektabilitas para tokoh lainnya yang ikut disurvei.

Sedikit mundur ke belakang, elektabilitas Bang Haji rupanya mencapai 10,4 persen. Ini merujuk pada survei yang dilakukan Pusat Data Bersatu. Nama si raja dangdut ini berada di urutan keempat setelah Gubernur DKI Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Megawati Soekarnoputri (metrotvnews.com, 9 Februari 2013).

Selaku Ketum PKB, Cak Imin mengaku terkejut dengan tingginya elektabilitas Rhoma Irama. Niat pun digulirkan, Rhoma Irama diusung PKB sebagai calon presiden. Bagi sebagian kecil publik yang paham betul fungsi strategis jabatan presiden, niatan PKB ini dinilai janggal. Tapi nanti dulu, di sinilah cerdiknya seorang Muhaimin Iskandar membetot perhatian publik melalui publisitas pemberitaan dengan memunculkan kontroversi.

Sejak pencapresan Rhoma Irama bergulir, muncul aneka suara sindir. Setidaknya sindiran terhadap pencapresan Rhoma terbaca di beberapa status pemilik akun media sosial. Sindiran yang terus bergulir itu pula yang rupanya menggiring program Mata Najwa mengundang Bang Haji. Di depan Najwa Shihab, pedangdut legendaris ini diberondong dengan sejumlah pertanyaan tentang visinya sebagai presiden. Jawaban dari Bang Haji terkesan kurang meyakinkan. Olok-olok terhadap sosok Rhoma pun berhamburan di media sosial. Beberapa teman penulis bahkan sempat khawatir nasib bangsa ini kalau seandainya publik benar-benar memilih si Raja Dangdut sebagai presiden pada Pilpres 2014 nanti.

Tapi, olok-olok itulah yang justu melambungkan popularitas Rhoma Irama. Efeknya bisa dirasakan di setiap helatan kampanye PKB. Di setiap kampanye PKB yang menghadirkan sosok Rhoma, orang banyak berdatangan. Rhoma seolah tak kehilangan magnitude atau daya tariknya. Riuhnya orang menyambut Rhoma ikut mengundang decak kagum Muhaimin Iskandar.

"Di Aceh kondisi hujan dan tetap di tempatnya, saya sempat menduga Rhoma jangan-jangan wali,” ujar Cak Imin sebagaimana ditulis tribunnews.com (Minggu, 8 Desember 2013).

PKB terus menjajal Rhoma. Si Raja Dangdut diajak serta kampanye di Garut Jawa Barat. Pengumuman disebar lewat undangan dan baliho. Ribuan orang datang di tiga lokasi kampanye. Padahal, penyelenggara kampanye tidak menyediakan transportasi, konsumsi, dan tenda.

Dari kenyataan itu, Muhaimin kian sadar, kekuatan Rhoma Irama ada di akar rumput. Merekalah para pemilik suara yang bisa menggunakan hak pilihnya. Karenanya, kata Cak Imin, pencapresan Rhoma tidak boleh dipandang negatif.

Di sini, Cak Imin memainkan perannya baik selaku leader sebuah partai maupun selaku dealer. Selaku leader, Muhaimin bertanggung jawab besar memimpin PKB agar tak kalah pamor dalam Pemilu 2014. Untuk itulah, Cak Imin dituntut menggalang pelbagai kekuatan agar gerbong politik partai yang dibidani Gus Dur bisa terus berjalan dan syukur-syukur bisa mengangkut penumpang lebih banyak lagi.

Di balik tugas besarnya sebagai leader itulah, Muhaimin Iskandar dituntut mampu menjadi seorang dealer atau sosok yang mampu membuat deal politik. Peran teknis ini rupanya juga dimainkan secara apik oleh Cak Imin. Political deal­-nya Cak Imin dengan Rhoma Irama bisa menjadi salah satu contohnya. Bermula dari lontaran keinginan Rhoma Irama untuk nyapres, Cak Imin dengan sigap mengajak si Raja Dangdut masuk ke gerbong politik PKB.

Cak Imin sadar betul, PKB butuh popularitas dan daya tarik di depan massa. Dua unsur ini ada pada sosok Rhoma Irama sang legenda musik dangdut Indonesia. Lalu, kalkulasi politik pun dijalankan. Rhoma Irama diberi panggung dan seolah-olah hendak dicapreskan PKB. Rhoma seolah mendapatkan panggung politiknya kembali usai dirinya keluar dari PPP.

Namun gegap gempita pencapresan Rhoma bertemu harapan hampa, saat hasil Pemilu 2014 menyuguhkan fakta. Perolehan suara PKB hanya di urutan ke-5. Capaian ini memaksa PKB harus mau berkoalisi dengan Parpol lain untuk mengusung capres. Sudah barang tentu, nama Rhoma Irama terpaksa disingkirkan. Pada akhirnya Rhoma berbesar jiwa, ada kepentingan lain yang harus dimainkan PKB menjelang Pilpres. PKB berkepentingan untuk pelan-pelan tak mengusik nama Rhoma Irama sebagai capres maupun cawapres.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun