Mohon tunggu...
wildan habibulloh
wildan habibulloh Mohon Tunggu... -

13410071

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konflik, Konsensus, Dominasi, dan Legitimasi

28 Juni 2014   19:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:24 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika berbicara mengenai konflik maka sudah tentu tidak akan lepas dari pembahasan konsensus. Konflik adalah suatu keadaan dari hasil interaksi sosial yang menyebabkan salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain yang dianggap sebagai penghalang. Konflik dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat atau ego dalam masyarakat. Misalnya, pada suatu organisasi terdapat perbedaan ego, dan kedua pihak saling mempertahankan egonya masing-masing.

Berbeda dengan konsesus, konsesus adalah frase/kalimat yang yang menghasilkan suatu kesepakatan bersama setelah diadakannya suatu penelitian sebelumnya demi mencapai kesepaatan bersama. Konsesus bersifat abstrak karena tidak terdapat hubungan praktis politik, namun dalam prakteknya, konsesus dapat mempengaruhi ranah politik.

Dalam buku karangan Saifuddin (2006), Emile Durkheim memandang tujuan dari tindakan moral adalah melestarikan masyarakat. Suatu tindakan moral harus mengikuti aturan untuk memenuhi kepentingan pelakunya. Oleh karena aturan-aturan moral itu dimiliki bersma oleh para anggota suatu masyarakat. Durkheim mengatakan bahwa konsensus moral adalah kondisi yang diperlukan bagi mewujudkan keteraturan sosial adalah salah satu postulat teori sosial fungsional.

Legitimasi adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan, diartikan juga dengan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan dari kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Seseorang pemimpin mempunyai kekuasaan dalam menentukan pola perilaku yang dipimpinya. Namun, kekuasaan pemimpin tidak akan lengkap tanpa adanya legitimasi. Tidak adanya pengakuan akan menjadikan tak berartinya suatu kekuasaan.

Sehubungan dengan legitimasi, Max Weber berpendapat bahwa terdapat tiga macam ‘legitimate domination’ yang menunjukkan dalam kondisi seseorang atau sekelompok orang mampu mendominasi lainnya. Ketiganya yaitu ;

1.traditional domination.

Dominasi tradisional disebabkan oleh karena kesepakatan masyarakat bersama yang telah menjadi tradisi. Seseorang yang dipilih menjadi pemimpin, akan sangat dominan atas kepemimpinannya. Hal ini bukan karena kemampuan intelligent atau aspek kharismatik, melainkan menjadi tradisi dalam mematuhi pemimpin.

2.charismatic domination.

Weber mendefinisikan kharisma sebagai sifat dari suatu kepribadian seorang yang dianggap luar biasa dan diperlakukan sebagai yang unggul dan memiliki kekuatan-kekuatan yang khas dan luar biasa. Semakin seseorang dapat menunjukkan dan tentang eksistensi kemampuannya, semakin besar perhatian masyarakat terhadapnya.

3.legal-rational domination.

Hal ini didasarkan pada kesepakatan anggota masyarakat pada peraturan yang resmi. Seseorang yang mempunyai kemampuan dan dipandang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan legitimasi.

Referensi :

Dadang Supardan.PENGANTAR ILMU SOSIAL Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun