Pendekatan psikologis ini membuat korban dapat belajar memahami dan mengelola emosi yang muncul akibat bullying. Terapi kognitif perilaku (CBT) juga diterapkan untuk membantu mereka mengubah pola pikir negatif yang mungkin terbentuk, seperti rasa rendah diri atau kecemasan berlebih.
b. Pendekatan sosial
Dukungan dari keluarga sangat krusial dalam proses pemulihan korban bullying. Keterlibatan orang tua memberikan kasih sayang, perhatian, dan empati yang diperlukan untuk membantu anak membangun kembali kepercayaan diri mereka.
AKIBAT HUKUM DARI BULLYING DAN CYBERBULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH
Perbuatan bullying dapat terjadi terhadap siapa saja, anak-anak pada usia sekolah hingga pada dunia kerja. Akan tetapi, kasus terjadinya perundungan atau bullying paling sering terjadi di lingkungan sekolah, seperti tindakan penindasan, pemukulan, mengolok-olok, intimidasi dan yang lain sebagainya. Namun, seiring perkembangan zaman, bentuk tindakan perundungan mulai bervariasi. Yang dahulu bersifat langsung, dimana perundung dan korban berada di satu tempat, kini dapat terjadi pada dunia maya, masifnya penggunaan media sosial menjadi penyebab transformasi tindakan perundungan, yang dahulunya perundungan terjadi antara pelaku dan korban yang berada di satu lingkungan seperti satu sekolah, satu lingkungan tempat tinggal, kini memiliki cakupan tempat yang semakin luas, mendekati ruang lingkup yang tanpa batas, pelaku dapat berasal dari mana saja tanpa dibatasi ruang. Tindakan perundungan yang terjadi di dunia maya disebut sebagai cyberbullying. Cyber yang atau dalam Bahasa Indonesia disebut siber, yang berarti segala aktivitas yang menggunakan internet. Dan bully yang berarti perundungan. Cyberbullying dapat diartikan sebagai tindakan perundungan yang terjadi di internet/dunia maya. Perkembangan bentuk pelanggaran hukum mengharuskan hukum agar selalu dapat beradaptasi dalam mengatasi perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu hak-hak setiap orang yang dilindungi oleh hukum. Bullying dan cyberbullying di lingkungan sekolah dapat menimbulkan sejumlah akibat hukum yang serius, tergantung pada yurisdiksi dan undang-undang yang berlaku. Di Indonesia, meskipun belum ada undang-undang khusus yang menangani bullying dan cyberbullying, beberapa undang-undang lain bisa digunakan untuk menangani kasus ini. Berikut adalah beberapa akibat hukum dari bullying dan cyberbullying di lingkungan sekolah:
1. Tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik
a. Cyberbullying, yang sering kali terjadi melalui media sosial, pesan instan, atau platform daring lainnya, bisa dianggap sebagai tindakan penghinaan atau pencemaran nama baik. Dalam KUHP, penghinaan diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Jika cyberbullying merusak reputasi seseorang, pelaku bisa dikenakan sanksi pidana.
b. UU ITE (Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) juga mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media elektronik. Pelaku bisa dikenai hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar (Pasal 27 Ayat 3).
2. Tindak pidana kekerasan dan penganiayaan
a. Bullying fisik di sekolah bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan (Pasal 351 KUHP), di mana pelaku yang melakukan kekerasan fisik terhadap korban dapat dikenakan hukuman penjara hingga 2 tahun 8 bulan.
b. Jika bullying menyebabkan luka berat, maka hukumannya bisa lebih berat sesuai dengan Pasal 354 KUHP.