Mentari metropolitan pagi ini cerah meski suasana harian kumuh, macet, udara pengap bercampur debu dan karbonasi asap kenadaraan bermotor tak menciutkan nyali Nirwan yang bersiap untuk menyelesaikan tugas, dengan langkah bergegas memasuki ruang pertemuan.
“Assalamu’alaikum,.....
“Wa’alaikumsalam....hampir serempak semua menjawab.
“Sehat pak,....”tampak Rudi laki-laki usia baya menyapa,..
“Alhamdulillah, seperti yang nampak. sehat, ceria dan terus berkarya..”dengan senyum khasnya Nirwan melempar keseluruh arah.
Rapat-pun dimulai, semua berkutat pada angka dan hitungan – hitungan kekuatan perusahaan untuk mengembangkan arah kebijakan baru. Seluruh ruangan serius, mendengar paparan Pak Nirwan, sebutan tokoh kita ini. Semua menyimak dengan seksama, ditengah kecamuknya hati nirwan. Saat rehatpun tiba, ia segera menuju ruangannnya melepas sejenak, luruhkan rasa yang menghimpit.. saat seperti ini, saat sendiri yang kadang membuat penyakit lamanya kan datang. Dipaksakan untuk menanggung beban, yang hanya diketahui olehnya, tak seorangpun..termasuk Aisyah istrinya, yang hanya tahu kalau ia sering sakit kepala. Tak ada yang tahu bom waktu itu muncul menjadi bayangan gelapnya sejak 22 tahun lalu, dengan motivasi yang tinggi untuk tetap hidup bahagiakan malaikat kecil,...ya sebutan khas nirwan untuk perempuan-perempuan kuat dalam hidupnya. Yang jelas hanya dua perempuan ini,... Ibu yang sangat dihormati dan gadis kecil..ya gadis kecil, lugu yang mendewasa diusia sebaya SMA dulu, yang telah meluluhlantakkan seluruh hati dan tak mampu dipisah dalam dirinya.
Bayangan itu terus mengikutinya, teringat sejak pertemuan pertama, Nirwan muda yang hanya bisa curi-curi pandang lempar senyum. Kebetulan kos-kosannya dekat dengan istana tinggal gadis itu. Rani,..gadis SMA yang mendewasa di usianya. , suka bicara apa adanya tanpa ada yang ditutupinya. Rani benar-benar meluluhlantakkan hati Nirwan...tapi beranikah untuk ungkapkan.Tanpa terasa hari-harinya mulai diisi dengan keindahan seluruh warna hidup berkejaran indah, ya indah sekali dalam hidup Nirwan. Pagi itu seperti biasa,... sholat subuh baca quran sejenak... dan kaset Iwan Fals-pun terdengar mengalun , yang sangat disukainya Yang Terindah, dan Antara aku, kau dan bekas pacarmu. Memberi bias hidupnya makin mewarna...Nirwan yang ndeso, kuper itu mulai berani bersolek. Mulai dari baju sampai hal yang kecil diperhatikannya,..lebih layaknya anak muda. Berbunga, suka, gembira atau entahlah pelangi warna terus membias dihatinya, hari-hari dijalani makin semangat. Setiap melihat langkah kaki gadis berseragam melalui jalan pintu kosan, tak jengah mengintip dari nako jendelanya. Pelan-pelan pelangi itupun dirangkainya, dihias untuk dipersembahkan pada pujaan hatinya.
Jombang,
Toek Dik Rani
Diperaduan malammu....
Assalamu’alaikum,.....
Salam bahagia, mudah2an ada bagian di hidup kita, dan keindahan hidup dari sang maha asih tetap untukmu dan untukku.
Dik,......(yang apa saja dech)
Maafin aku yang teramat berani untuk berkirim secari kertas menarikan penaku tuk lambungkan asaku, karena makin kuat aku tak ungkapkan rasa ini. Jauh dari impianmu barangkali karenba keberanianku mengharubiru, menghancurkan karang hati yang mewarna,
Tiap pagi, sore sering kita bertemu dan aku hanya mampu mencuri pandang dan menatap pelan, sesungguhnya aku kagum padamu, jujur harus kukatakan lewat tulisanku ini aku ingin mengenalmu, berkawan dan menjatuhkan hati ini padamu.
Dik Rani.....
Aku faham sangatlah lancang bagi diriku dinilai olehmu aku yang teramat kerdil dengan dunia cinta membuncah ingin memiliki bagian hati yang tak terpisah, ....................................................................................................
......................................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................................
Salam segalanya
NIRWAN
Tiga halaman penuh nirwan luruhkan rasa, pelan ia lipat satu bandel surat layaknya sebuah lamaran pekerjaan, kutitipkan pada siapa tulisan hati ini. Siang selepas kuliah, seperti biasa ia susuri jalanan kecil dari kampus melalui gang gajayana belok lurus persis dipertigaan ia ber henti. Bismillah mudah-mudahan kado hatiku kan sampai, ia melirik tangan kiri dilihatnya sudah pukul 13,25 Wib, berarti sebentar lagi kantor pos ini akan tutup bergegas ia masuk dan menuliskan alamat disampul putih bergaris hitam itu dengan jelas ;
Teruntuk Adinda
Rani Mahaningtyas
Siswi Kelas 2 SMA Diponegoro jombang
d/a Jl. KH Hasyim Asy’ari Jombang
Warna itu makin indah, membuat garis baru diantara butiran-butiran air bening hatinya, aku tak tak tahu diterima siapa, gurunya, temenya, atau barangkali di buka dulu oleh guru BP-nya yang penting AKU PADAMU,...merdeka dan indah hati ini. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H