Mohon tunggu...
Nasrudin Azis
Nasrudin Azis Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya laki-laki yang terlahir menyukai jenis artikel cerpen dan karya-karya fiksi lain sejak kecil.ada satu hal yang paling menyenangkan dengan menulis paling tidak memberikan kesempatan pada diriku untuk mencurahkan apa yang kusentuh, kurasa, kuraba untuk coba aku komunikasikan dengan siapapun.Terlepas salah atau benar. karena bagi saya kebenaran tidak datang dengan sendirinya, kebenaran diawali dengan kekeliruan kecil bahkan kesalahan besar,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maafkan Malaikat Kecilku Karya; Wiladiputra

20 Agustus 2012   15:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:31 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dentang lonceng dua belas kali,  sayup terdengar. Gemericik air turun menyertai malam ini. Ya, malam yang bagi Nirwan membuat pening karena harus segera menjatuhkan pilihan yang teramat sulit. Pilihan antara menghadapi hidup dengan tegar laksana khalifah umar yang tegas dan bijak, atau memilih karakter utsman yang dermawan dan lembut hati, apa harus bergeser dengan kecerdasan dan keluhuran budinya sang Ali bin abi tholib.....
Lama seluruh imajinasi itu menggumpal, nafas panjangpun terhela lirih sekali....”Ya sang pemilik hati..tetapkanlah aku pada pilihan yang engkau ridloi...aku tak ingin ada yang terluka” lirih kata-kata itu meluncur seperti gemericik air empang di belakang rumah. Sungguh beban itu makin menajam dihati, sepintas bayangan kedua anaknya muncul bermain direlung hati berkejaran wajah ayu,syahdu dan keibuan itu menyapa lirih “Mas,..pilihan itu harus kau jatuhkan, ingat mereka” bergantian bayangan ini muncul membuat diorama pelangi hidup yang indah, membuat melodi kehidupan yang kuat bagi dirinya.
"Wan...kendaraanmu masukkan ,dah malam nih” teriakan teman sejati ini sejenak menghilangkan arah lamunannya. "bentar mas, tanggung nih lagi nyiapin naskah untuk besok. ”tapi jangan lupa ya,.. suara itu menegaskan kembali. Dengan sedikit berat langkah Nirwan langkahkan kaki, ke teras depan memasukkan kendaraan butut setia,yang menemani kemana saja ia  menentramkan hati. Ini penggal episode pertama Nrwan muda langkahkan kaki di metropolitan suasana yang keras dengan semuanya, kemauan, kerja keras, termasuk didalamnya imajinasi yang tinggi sehingga dapat gapai keinginan hati.
“Assalamu’alaikum”....suara khas ini mengagetkan Nirwan, baru saja ia berhenti paruh 15-20 menit di depan notebook untuk menyelesaikan tugas, karena banyak warna pelangi yang memenuhi kepalanya. "Wa’alaikum salam, ada apa arya? Sahutnya  dengan suara yang tegas dan bijaknya ini. “Maaf pak, ada email masuk dari kantor pusat, besok Bapak harus segera kembali ke Jakarta. “ oh ya, kalau begitu bawa print outkan emailnya dan bawa ke ruangan saya dulu, terima kasih ya mas. Oh ya, mas tolong buatkan kopi ya...
Tak terasa dentang 1 kali berlalu dari arah Masjid Darussalam, kantuk mulai menyerangnya. Bergegas ia ambil wudlu, kebiasaan sujud ditengah malam senantiasa Nirwan lakukan, warisan almarhum bapak dan teguran sang Ibu malaikat kecil pertamanya yang membimbing untuk menghadapi hidup. Selesai sudah segera Nirwan masuk kamar, ia baca pelan email yang masuk malam ini, besok harus membawa berkas laporan pertamanya. Helaan nafas panjang terasa sekali, kembali situasi rumit harus dihadapinya. Ya, memilih untuk mempertahankan rumah tangganya yang di ujung tanduk, Aisah istri yang begitu setia mendampingi selam 22 tahun berjalan. Tak ada guntur, dan hujan meminta untuk mufaroqoh. Ada apa ini ya rabbi ya.. muqollibal qulub, aku hanya mampu berserah diri padaMU. Tak terbendung laki-laki muda ini pun pecah menangis lirih memohon pada sang khalik, memohon apa yang harus dilakukannya. Aku sangat mencintai keutuhan keluarga ini, tapi 22 tahun menikah aku tak mampu menjatuhkan cinta ini dengan benar pada orang yang setia mendampinginya, bayangan gadis ceria, kelas 2 SMA itu masih menagih terus hatinya, tak mampu untuk dikubur, tak mampu dikalahkan. Ya cinta pertama Nirwan muda yang menyusun hidupnya kala masih menjadi mahasiswa di kota kecil di Jombang. Tergambar jelas mozaik lalunya berjalan, ada luka tersayat pedih saat meninggalkan dan mengambil keputusan.
Berganti bayangan dua anaknya berlarian, memanggilnya dengan manja dan begitu agungnya wanita berjilbab ini. Aku tak mampu menyakiti hatinya Ya Allah, tapi aku tak mampu dari dulu menerimanya. Maafkan aku tak pernah bertutur ada hal yang tak kau ketahui, maafkan Aisyah. Nirwana tenggelam dalam malam panjangnya berselimutkan 3 tahun malam panjang tanpa siapapun disampingnya, tanpa anak yang disayangi tanpa pendamping hidupnya......(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun