Mohon tunggu...
Wiko Arif Wibowo
Wiko Arif Wibowo Mohon Tunggu... -

Jaringan BEM Biologi| Humas & Jaringan GC| Badan Alumni & Jaringan JMMB| Divisi Penelitian BiOSC| Agent StopBiopiracy| Fakultas Biologi UGM

Selanjutnya

Tutup

Nature

Biopiracy: Modernasasi Penjajahan di Indonesia (Megabiodiversity)

2 November 2013   09:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:42 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan pemikiran, pengetahuan, dan perkembangan teknologi dalam aplikasi bidang ilmu pengetahuan akan berdampak negatif jika salah tafsir dan penggunaan yang nantinya dapat merugikan salah satu pihak yang tidak lain adalah manusia itu sendiri. Tidak ada yang menyangkal bahwa perkembangan ilmu pengetahuan terkini sangat memudahkan kita dalam menjalani aktivitas, memudahkan kita untuk berkomunikasi, memudahkan kita untuk bekerja, dan kemudahan-kemudahan yang tak akan ada habisnya jika diuraikan satu persatu. Tapi sadarkah kita bahwa hakikat perkembangan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk problem solving dan memudahkan-memudahkan tadi itu dibarengi dengan konsekuensi bahwa akan selalu ada efek sampingnya? Apalagi jika kemajuan tersebut tidak dimanfaatkan dan salah penggunaan oleh beberapa oknum? Atau mungkin malah para ahli dan ilmuwan itu sendiri yang membawa kemajuan ilmu pengetahuan dengan menyalahi etika? Itulah kenapa saat ini Biopiracy marak dibicarakan.

Permasalahan ini timbul dari bidang sains nature yang membawa banyak dampak kemajuan dalam segala segi kehidupan yang memanfaatkan alam, genetik, dan kombinasinya. Biodiversitas/keanekaragaman hayati dipertaruhkan, dan kesenjangan sosial pun muncul ke permukaan. Saya sebagai mahasiswa biologi merasa tersentil dan harus ikut andil dalam memperjuangkan masalah ini agar kita tidak dirugikan begitu saja.

Hal ini terjadi secara sederhana, sifat ketamakan manusia menjadi dasar dari penjajahan biodiversitas. Kenapa tidak? Negara yang memiliki biodiversitas yang kaya dan beragam rata-rata merupakan negara berkembang dan mereka (rakyat negara berkembang) belum mampu memanfaatkan keanekaragaman genetik yang ada pada negara mereka, dan tidak lain tidak bukan para ahli ilmuwan dari negara maju lah yang memanfaatkan itu semua, mengambil sampel gen-gen dan kode DNA terbaik dari beraneka ragamnya makhluk hidup untuk dikombinasikan menghasilkan spesies terbaik yang unggul dan resisten dari virus/bakteri. Permasalahannya bukan disitu, hal menyakitkan yang terjadi dilapangan adalah ketika spesies unggul hibrid tersebut diakui menjadi produk negara mereka dan negara berkembang yang lebih terbelakang dari mereka tempat mengambil sampel dan kode DNA tadi tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dan menjual kembali spesies hibrid tersebut ke negera berkambang tadi dengan keuntungan yang luar biasa.

Saya pernah mendapat cerita yang menarik dari dosen Ilmu Lingkungan saya, dimana masyarakat Australia memiliki kebiasaan minum jus mangga dan sangat menyukai jus tersebut, tapi yang menjadi permasalahan adalah ketika pasokan buah mangga tidak mencukupi kebutuhan dari masyarakat disana karena kita tahu buah mangga tersebut memiliki musim per tahun untuk berbuah. Cerita ini akan memiliki ending yang menarik ketika masyaarakat Australia dapat menikmati jus mangga berapa pun banyaknya tanpa takut kehabisan stok buah mangga, kenapa? Yaitu ketika mereka berhasil mengembangkan spesies hibrid mangga yang dapat terus berbuah dalam setahun yang dikembangkan dari spesies alam mangga di Nusa tenggara, dan saat ini kita negara Indonesia tidak menikmati apa-apa bukan? Serta sekarang malah kita yang membeli bibit mangga hibrid tersebut dari negara Australia.

Menyakitkan memang, apalagi jika itu dialami oleh negara kita sendiri, Indonesia. Sudah berapa banyak keanekaragaman genetik kita yang “dicuri” oleh para ilmuwan dari negara maju seperti Jepang, Australia, Amerika serikat, dll. Peristiwa seperti ini merupakan de javu bagi kita yang beberapa abad silam telah dijajah secara langsung oleh Belanda dan Jepang, tidak ada bedanya kan? Hanya saja penjajahan biodiversitas kali ini lebih terhormat! Ya, lebih terhormat menipu kita.

Mereka (para ilmuwan negara maju) datang ke Indonesia seperti turis, menikmati keindahan alam, berwisata, bersantai, tapi kebanyakan dari mereka memiliki misi rahasia untuk mengambil sampel genetik biodiversitas Indonesia untuk dimanfaatkan oleh mereka dan negaranya. Kita seperti seorang konglomerat bodoh yang memiliki istana dengan singgasana luar biasa besar dan terdapat berbagai macam biodiversitas dikunjungi oleh tamu-tamu dari berbagai kalangan menjalin silaturahmi tapi dibalik itu mereka mencuri sampel-sampel untuk dikembangkan juga di istana mereka masing-masing yang jauh lebih baik!!! Dengan tampang polos tidak berdosa mereka mematenkan hal tersebut menjadi milik mereka.

Sebenarnya hal ini bukan tidak menjadi perhatian dunia, sudah ada beberapa forum-forum internasional yang membahas tentang perlindungan keanekaragaman hayati, yang pertama yaitu Protokol Cartagena (biosafety) mengenai keamanan keanekaragaman hayati berlaku mulai tahun 2003. Namun yang menjadi perdebatannya yaitu kembali ke permasalahan awal dimana rata-rata negara dengan keanekaragaman tertinggi termasuk kategori negara berkembang sehingga belum terjamah dunia industrialisasi dan dikembangkan untuk kesejahteraan ekonomi ataupun segi lainnya sementara negara maju yang kebanyakan berasal dari Benua Biru beranggapan bahwa kekayaan sumber daya hayati adalah warisan peradaban manusia (the common heritage of mankind). Semacam konsep res communis di hukum Romawi yang merujuk ke wilayah bukan siapa-siapa (belong to no one) yang bisa dimanfaatkan umum.

Kemudian lahir sebuah Protokol Nagoya mengenai pemanfaatan pengembangan genetik sebebas-bebasnya namun dapat memberikan keuntungan yang merata antara negara yang memanfaatkan dengan negara asal dari sumber hayati tersebut. Sehingga pembajakan sumber daya hayati dapat diminimalkan dengan transparansi aliran pemanfaatan sumber daya genetik yang jelas.

Usaha-usaha yang dilancarkan oleh para ahli dan mahasiswa biologi akhirnya berhasil, dengan disahkannya undang-undang yang meratifikasi protokol nagoya oleh sidang paripurna DPR tanggal 14 April 2013 sehingga kita sama-sama mengaharapkan tidak ada lagi penjajahan yang kita alami, cukup sudah dulu kita dijajah, sekarang kita sudah merdeka dan kita mesti menjaga apa yang kita miliki. Tidak hanya kedaulatan tapi semua yang ada di bumi pertiwi ini. Sebagai mahasiswa, setidaknya kita tetap mengawal pelaksanaan protokol nagoya ini dan menjaga serta jika bisa kita sendiri yang memanfaatkan kekayaan genetik tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun